ERGONOMI
PEMBAHASAN
A.
PENDEKATAN FAKTOR MANUSIA UNTUK DESAIN PEKERJAAN
Dalam bentuknya
yang sekarang, rekayasa faktor manusia menjadi kenyataan pada saat Perang Dunia
II. Sebelum itu, aspek fisik pekerjaan dan desain tempat
kerja telah meluas provinsi industri
insinyur, seperti Frederick Taylor dan pasangan suami-istri Frank dan Lillian
Gilbreth. Taylor (1911) dan Gilbreths (1921) mengembangkan prinsip-prinsip
dasar waktu analisis dan studi gerak yang digunakan hingga saat ini.
Analisis
waktu dan studi gerak adalah strategi pelengkap untuk mengembangkan cara yang
paling efisien untuk melakukan suatu pekerjaan.
Kedua hal ini mempelajari gerakan karyawan untuk menemukan cara untuk
memaksimalkan kecepatan dan meminimalkan gerakan-gerakan yang terbuang. United
Parcel Service (UPS) dilatih untuk
membawa paket di bawah lengan kiri, berjalan dengan kecepatan tiga langkah per
detik.
Analisis waktu dan studi gerak juga digunakan untuk
menemukan kesulitan dari alat desain kerja, mesin, dan alat kerja lainnya.
Taylor dan Gilberths menyatakan bahwa analisis dan studi gerak digunakan untuk
memunculkan cara terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan. Pegawai, mesin,
alat-alat, dan tempat kerja merupakan komponen dari sebuah sistem. Setiap
komponen-komponen ini harus sejalan secara menyeluruh agar pekerjaan dapat
efiektif dan efisien.
1.
Sistem Operator Mesin
Dalam sistem operator mesin, manusia dan mesin bekerja
bersama untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Meski bekerja bersama, namun
keduanya melakukan tugas yang berbeda dan alokasi tugas ini antara dua komponen
sistem ini pekerjaan desain keputusan. Dalam sebuah sistem yang ideal, operator
ditugaskan untuk melakukan tugas-tugas yang manusia lebih baik dan mesin
ditugaskan tugas-tugas yang mesin lebih baik. Berikut ini adalah pedoman dasar
untuk melakukan tugas:
Manusia biasanya lebih baik dalam hal:
·
Mendeteksi suatu kejadian
yang tidak biasa di lingkungan;
·
Mengenali pola dari
rangsangan kompleks yang tidak selalu konsisten;
·
Mengingat sejumlah besar
informasi lain yang tak berhubungan waktu yang lebih lama;
·
Menerapkan prinsip-prinsip
untuk solusi masalah;
·
Mengembangkan solusi
kreatif untuk permasalahan;
·
Generalisasi dari
pengamatan.
Mesin biasanya lebih baik dalam hal:
·
Membuat tanggapan cepat
dan konsisten untuk sinyal input;
·
Mengukur jumlah fisik;
·
melakukan tindakan
berulang-ulang untuk sebuah standar yang ditentukan;
·
mempertahankan peningkatan atas kinerja tertentu untuk jangka waktu yang lama;
·
merasakan rangsangan di
luar dari kemampuan manusia;
·
mengambil informasi
tertentu dengan cepat dan akurat atas permintaan (dengan pengkodean dan
petunjuk yang tepat );
·
Mengerahkan kekuatan yang
cukup besar dalam sebuah dikendalikan cara untuk jangka waktu yang lama;
·
Rangsangan pengelompokan
ke dalam yang ditentukan kelas.
Kemajuan
dalam bidang teknologi telah bergerak banyak sekali untuk tugas-tugas
yang pernah dicapai oleh manusia untuk sisi operator sistem mesin . Banyak
tugas telah bergeser di dalam daerah yang di suatu tempat di antaranya, bisa dilakukan dengan baik oleh seseorang atau oleh mesin. Pertanyaannya adalah
bagaimana desainer menghadapi tugas yang cocok untuk mengalokasikan
seperti situasi tertentu.
Psikolog D.A.Norman menjelaskan contoh tentang
pengaruh dari desain kontrol yang buruk dan petunjuk mekanismenya beserta
contoh penekanan pada sleek design tanpa menghiraukan asumsi dasar dari human engineering psychology: Kriteria pertama untuk desain kontrol
dan petunjuknya adalah dapat bekerja baik dan mudah dimengerti, sedangkan
kriteria kedua yaitu tampilan dan kenyamanan bagi mereka yang memproduksi dan
memasangnya.
2.
Desain Kontrol (The
Design of Control)
Kontrol
mesin merupakan mesin yang diaktifkan dan dioperasikan, pertama kali untuk
menghubungkan antara manusia dan mesin dalam sistem operasi mesin. Beberapa
contoh kontrol yaitu kunci, tuas, pedal, roda, tombol, dan switch.
Di
setiap kasus, merancang kontrol memerlukan keputusan membuat macam-macam
seperti untuk bentuk, bentuk, dan lokasi relatif terhadap:
·
Tujuan;
·
Kontrol lainnya atau
menampilkan; dan
·
Kapasitas manusia.
Lima kendali
yang sederhana dan sering digunakan dibandingkan dengan empat kriteria operasi
manusia adalah pedal memungkinkan kecepatan yang tinggi, tapi keakuratifannya
kurang. Sedangkan setir kemudi kebalikannya. Jika sebuah mesin mempunyai
beberapa kendali, keadaannya akan semakin rumit. Setiap kemudi harus kompatibel
dengan yang lain, setiap kendali harus kelihatan berbeda dengan yang lain,
terutama jika kecepatan operator penting atau jika operator tidak dapat melihat
semua kendali.
Kendali dasar
yang diperlukan tersebut adalah untuk mengaktifkan (mulai menjalankan mobil),
menyetir, mempercepat, mengerem, dam mengubah versneling. kendali ini harus
konsisten dengan sejumlah pembatasan, antara lain:
- Kendali untuk starting mobil adalah
operasi yang tersendiri.
- Kendali memungkinkan untuk menyetir dan
mempercepat secara bersamaan.
- Kendali memungkinkan untuk mengubah
versneling secara bersamaan dengan menyetir dan mempercepat sesuai
keperluan.
- Kendali
memungkinkan untuk mengerem, menyetir, dan mengubah (atau melepaskan)
versneling secara bersamaan.
Pembatasan-pembatasan
yang tertera tersebut berarti bahwa operator mobil seringkali harus
mengoperasikan beberapa kendali pada saat yang sama. Karena itu semua kendali
harus mudah dicapai dan mudah dibedakan satu sama lain. Kita juga harus
mempertimbangkan fakta bahwa menjalankan mobil memerlukan perhatian ke jalan
dan operator hanya dapat sesekali melihat kendali yang digunakannya.
Rancangan
kendali mobil modern cukup memenuhi syarat dari sistem mesin operator, tetapi
tidak dikembangkan dengan sistematis dan terdapat beberapa kelemahan dari sudut
pandang faktor manusia. Contoh, rem adalah fungsi yang sering digunakan dalam
keadaan darurat. Karena reaksi mata dan tangan manusia lebih cepat dari reaksi
mata dan kaki, maka seharusnya pengereman dicapai dengan menggunakan tangan.
3.
Desain Tampilan (The Design of Displays)
Display mesin
memberikan informasi yang berhubungan dengan kerja kepada operator. Informasi
ini mungkin mengenai operasi mesin, atau mungkin merupakan keluaran (kerja)
yang sebenarnya dari mesin. Banyak mesin mempunyai display untuk kedua macam
kegunaan tersebut.
Tampilan layar
komputer belum tentu perlu digunakan untuk memungkinkan pembaca lebih cepat,
tetapi fakta bahwa orang membaca lebih lambat daripada cetakan cocok dengan
banyak pekerjaan.
Pertanyaannya, dapatkah operator
mesin menangkap informasi yang ditampilkan oleh peraga secepat yang diperlukan
oleh pekerjaan yang bersangkutan? Jawabannya adalah bagaimana tampilan
tersebut sebenarnya dirancang.
Ada lima jenis
peraga tampilan visual dalam gambar tersebut. Rancangan yang dikehendaki
membuat pembacaan lebih cepat dan lebih mudah dibaca. Contohnya bila pemutaran
tetap dengan pointer yang bergerak digunakan, operator dapat membacanya lebih
cepat dan mudah jika angka-angka dicetak horizontal terhadap garis pandangnya.
Ada beberapa faktor lain yang memudahkan dan
mempercepat informasi tampilan visual dapat dimengerti, yaitu faktor
penempatan. Daftar rincian dan prinsip-prinsip yang terkait dalam perencanaan
dan penempatan peraga mesin dapat ditemukan dalam setiap buku mengenai faktor
dasar manusia.
4.
Metode
Kerja (Work Methods)
Sampai saat ini kita memusatkan pembicaraan
kita pada komponen mesin dari sistem mesin-operator. Pemusatan sekarang
bergeser ke kerja yang sebenarnya dilakukan oleh sistem. Apakah mesin yang
digunakan oleh seseorang adalah punch press, word processor, shovel, atau
pensil, keputusan mengenai metode kerja adalah bagian yang penting dari
rancangan pekerjaan.
Istilah metode kerja mengacu pada pergerakan
yang sebenarnya dengan apa orang melaksanakan pekerjaan. Pergerakan ini
diteliti secara ekstensif sampai dewasa ini oleh insinyur teknik industri dan
usaha-usaha untuk menemukan cara yang paling efisien guna melaksanakan tugas
tertentu. Usaha ini tidak selalu dihargai oleh karyawan yang terlibat, karena
mereka dapat membawa peningkatan standar produksi. Bila cara yang lebih efisien
ditemukan, orang dapat melakukannya lebih cepat sehingga manajemen dapat
mengharapkan produksi yang lebih tinggi dengan pembayaran yang sama.
Meskipun penelitian secara ilmiah tentang
metode kerja mempunyai pengaruh yang tidak selalu dipandang positif, tetapi
perlu diingat bahwa cara yang paling efisien melakukan pekerjaan adalah juga
cara yang paling kurang melelahkan. Jika sebuah organisasi dapat memperoleh
manfaat dari metode kerja yang baru yang memungkinkan untuk produksi lebih
besar, demikian juga dengan karyawannya. Promosi kerja yang efisien hanyalah
salah satu tujuan dari mereka yang meneliti tentang metode kerja, dan tidak
dapat dipisahkan dari tujuan yang lain, mengurangi kelelahan karyawan dan
peningkatan keselamatan.
Perancangan metode kerja untuk tujuan-tujuan
tersebut memerlukan kerja sama dengan tubuh manusia dan bukan melawannya.
Contoh, tenaga dorong rata-rata pria cukup lebih besar daripada tenaga
tariknya. Kalau ketentuannya lain sama (misalnya keluaran kerja yang diperlukan
tidak ditingkatkan), baik pekerjaan maupun orang yang mengerjakan pemindahan
beban yang berat akan mendapatkan manfaat dari spesifikasi kerja yang
berdasarkan pada tenaga dorong dan bukannya tenaga tarik beban.
Kadang-kadang rancangan kerja dari sudut
pandangan manusia dipusatkan pada peningkatan efisiensi dan penurunan rasa
lelah, seperti contoh tenaga dorong. Dalam kasus yang lain, luka dapat
mengakibatkan hasil dari spesifikasi metode kerja yang buruk. Contoh,
penggunaan rekayasa faktor manusia dan rancangan metode kerja dengan bantuan
computer dapat mengurangi luka-luka tertentu yang sering kali terjadi akibat
spesifikasi metode tradisional untuk pekerjaan yang memerlukan gerakan tangan
yang berulang-ulang (Armstrong, Radwin, Hansen, & Kennedy, 1986).
Mereka yang mempelajari metode kerja
menggunakan berbagai macam ukuran untuk menolongnya menentukan metode yang
terbaik guna melaksanakan tugas tertentu. Diantaranya adalah jumlah pemakaian
energi, detak jantung, dan jenis usaha otot yang terlibat. Terdapat dua jenis
usaha demikian. Satu adalah usaha dinamik, dimana secara bergantian otot
berkontraksi dan rileks. Yang lain yaitu usaha statis, dimana terdapat keadaan
otot yang berkontraksi agak lama.
Terdapat beberapa perbedaan yang kritis diantar
dua jenis usaha manusia tersebut. Seperti yang diketahui, usaha statis
menghasilkan ketidakseimbangan diantara jumlah darah yang diperlukan untuk
membuat usaha tersebut dan aliran darah yang sebenarnya ke otot. Meskipun usaha
dinamis memerlukan aliran darah yang lebih besar daripada keadaan tanpa usaha
(istirahat), kebutuhan yang lebih besar ini dapat dipenuhi oleh pasokan yang
ada.
Perbedaan psikologi diantara usaha statik dan
dinamik berarti bahwa tugas yang memerlukan usaha dinamik mendekati keadaan
alami, sedang tugas yang memerlukan usaha statik mengarah ke pemakaian energi
yang lebih tinggi dan peningkatan laju detak jantung. Hasilnya, orang yang
melakukan tugas ini memerlukan periode istirahat yang lebih lama dan lebih
sering. Mereka juga mungkin sekali mengalami penurunan keadaan persendian,
otot, dan tendon (Grandjean, 1982). Karena itu cara yang paling mudah diikuti
dalam metode kerja fase dari rancangan pekerjaan adalah: Kurangi jumlah usaha
statik yang diperlukan untuk melakukan tugas sebanyak mungkin.
Meskipun
usaha statik dalam banyak pekerjaan dapat dikurangi atau dihilangkan, pekerjaan
lain dengan usaha seperti itu tidaklah mudah diubah. Satu cara untuk
mengimbangi dari tugas tersebut adalah memberikan periode istirahat yang lama.
Cara yang lain adalah memberikan sejumlah tugas alternatif yang tidak
memerlukan usaha ini dan membiarkannya berganti tugas. Kemungkinan yang lain
adalah menggunakan mesin, seperti robot industri.
5.
Pengukuran
Beban Kerja
Beban kerja
merupakan tuntutan yang diberikan kepada seseorang yang sesuai dengan
pekerjaannya. Pengukuran beban kerja dapat dilihat dari dua pokok, yaitu:
·
Pengukuran Objektif
Menekankan kepada
tuntutan fisik dan kemampuan individu. Maksudnya ialah membandingkan
persyaratan fisik untuk mengerjakan suatu tugas dengan kapasitas/kualifikasi
individu sendiri.
Misalnya: Karyawan
gemuk mengangkat dua box buku sekaligus dan karyawan yang lebih kurus
mengangkat box satu per satu.
·
Pengukuran Subjektif
Menekankan kepada
perasaan persepsi masing-masing individu terhadap beban kerja. Maksudnya ialah
setiap individu memiliki pandangan atau penilaian masing-masing terhadap beban
kerja mereka.
Misalnya: Karyawan
gemuk menganggap bahwa mengangkat dua box sekaligus bukanlah suatu masalah,
namun bagi karyawan yang lebih kurus menganggap bahwa mengangkat dua box
sekaligus sulit dilakukannya karena membawa dua box sekaligus sangat berat
baginya.
Prosedur penilaian beban kerja merupakan studi
laboratorium. Data hasil penelitian berguna dalam membantu human factors engineers untuk mengembangkan metode kerja fisik yang
lebih baik/ramah (mudah untuk dilakukan, tidak melelahkan, dan
sebagainya).Sebuah review mengenai
konsep fisik beban kerja dilakukan oleh Westgaard dan Winkel (1996). Pengukuran
beban kerja lebih kompleks, namun karena jumlah pekerjaan yang bersifat
non-fisik secara alami terus meningkat, penelitian di bidang ini semakin
penting.
6.
The Workspace Envelope
Merupakan suatu
bagian dari lingkungan kerja yang paling diminati yang digunakan oleh seorang
pekerja selama melakukan pekerjaannya. Contohnya laboratorium bagi seorang
peneliti dan cockpit bagi seorang
pilot.
Wujud fisik dari
workspace envelope ini bersifat unik
dan terdapat di sekitar pekerja (dalam ruangan kerja dan sekeliling si
pekerja), maka dari itu pada umumnya seseorang yang bekerja lapangan/di luar
kantor (misalnya traveling sales
representative) tidak memiliki workspace
envelope. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa workspace envelope itu berupa kantor (baik pribadi maupun kantor
bersama), suasana di dalam kantor maupun
ruang kerja individu.
Dalam desain
ruangan kerja, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab mengenai desain ruang
kerja untuk meningkatkan performance
para pekerja adalah:
·
Seberapa tinggi
seharusnya ruang kerja yang dimiliki individu?
·
Kursi seperti apa yang
memungkinkan individu dapat duduk dengan nyaman sepanjang waktu?
·
Dimana seharusnya
perlengkapan dan barang-barang yang biasanya digunakan disimpan?
·
Dimana seharusnya meja,
kursi dan perlengkapan lainnya diletakkan?
·
Seberapa sempit
seharusnya suatu workspace envelope agar
individu tidak merasa “terjebak” atau terbatas di kantor atau ruang kerjanya?
Pertanyaan di
atas sebagian kecil yang membahas mengenai desain workspace envelope. Grandjean (1982) membuat daftar dari sepuluh
kriteria spesifik dari kursi kerja untuk para pekerja yang disusun dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Solusi optimal
untuk mendesain workspace envelope disesuaikan
dengan individunya, namun hal tersebut jarang dipraktekkan dan sebagai gantinya
dibuatlah prinsip sebagai panduan umum. Berikut merupakan prinsip yang dapat
dijadikan petunjuk umum dalam mendesain workspace
envelope:
·
Mengisi workspace envelope dengan beberapa
kursi, meja, dan lain-lain, yang diatur dengan desain tertentu untuk
kemungkinan yang luas. Barang-barang tersebut dibutuhkan pekerja setiap waktu. The Trakker Adjustable Table (Haworth
Incorporated) termasuk sebuah memori yang akan menempatkan meja dengan
kecocokan pekerja setelah yang lain dengan ruangan yang sama.
·
Hal-hal yang tidak
dapat diatur harus didesain bagi individu yang merasa sangat tidak nyaman atau
terganggu karena susunan barang-barang tersebut di ruangannya. Rak permanen
harus ditempatkan di tempat yang memudahkan pekerja dalam menggunakannya dan
permukaan kerja harus ditinggikan (bagi orang yang tinggi). Membungkuk dalam
waktu yang lama mengakibatkan sakit punggung dan leher, pekerja yang memiliki
tubuh yang pendek dapat diberikan platform
untuk dapat mengambil sesuatu.
7.
Flexiplace: Tempat Kerja Alternatif
Flexiplace
: Flexible Workplace. Kebanyakan organisasi
tidak dapat menghasilkan workspace
envelope yang sesuai bagi setiap atau semua pekerja, namun ada alternatif
untuk bekerja dalam kantor, yang lebih dikenal dengan flexiplace. Dalam beberapa kasus, pengaturan ini tidak menjadi
pilihan mutlak, namun hanya sekedar pilihan saja, boleh digunakan ataupun
tidak. Flexiplace adalah dimana saat
pekerja melakukan pekerjaannya di rumahnya sendiri. Beberapa perusahaan
menganjurkan pekerja-pekerjanya yang memenuhi syarat untuk bekerja dari rumah
(bekerja di rumah) dengan cara mengurangi “wujud kantor” seperti pemahaman
selama ini.Sebagian eksekutif dan konsultan pada
perusahaan akunting Ernst dan Young harus menyediakan kantor dalam sehari
(prosedur yang dikenal sebagai“hoteling”).
Compaq mengubah semua penjual komputernya menjadi “road warriors” dengan menutup kantor penjualannya. Pekerja
berkomunikasi satu dengan yang lain melalui jaringan komputer.
Sebenarnya bekerja di rumah
bukanlah suatu hal yang baru, namun ada sejumlah organisasi regular bekerja
dengan melakukan pekerjaannya di rumah sepanjang waktu merupakan fenomena yang
sering terjadi. Perusahaan menggunakan teknologi dan dibuat sedemikian mungkin
agar pekerja dapat lebih mengerti perintah yang diberikan, apa yang harus
dikerjakan, dan langsung mengirim hasil mereka secara langsung ke kantor tanpa
harus datang ke kantor.
Adapun tujuan digunakannya
komputer dan teknologi komunikasi ialah agar dapat merubah premis kerja mereka.
Berapapun jumlah pekerja, hal ini akan terus berkembang dan diperkirakan akan
terus berlanjut. Rencana ini menghemat biaya dan memperluas penyatuan tenaga
kerja untuk orang yang berkemampuan yang mungkin tidak tersedia, misalnya orang
tua dengan anaknya yang masih kecil, pekerja dengan ketidakmampuan fisik, dan
pekerja yang tinggal terlalu jauh untuk alasan pulang-pergi bekerja.
Berdasarkan produktifitasnya,
telekomuting terlihat memberi hasil. Misalnya pada kasus di atas, Compaq road warrior dapat menjual enam
kali banyak komputer daripada sebelumnya. Menemukan cara untuk menyeleksi
pekerja yang akan nyaman dengan telekomuting dan produktif tanpa struktur yang membantu dari tempat bekerja adalah satu dari
kontribusi besar Psikologi Industri dan Organisasi yang bisa membuat kemunculan
dunia kerja yang lain.
Telekomuting dapat memberikan banyak hasil yang
diinginkan untuk pekerja (mengontrol jadwal sendiri, dan sebagainya). Hal ini
juga memegang potensi untuk eksploitasi dalam dua sisi dan meningkatkan
kepedulian tentang efek dari pekerja yang diisolasi dari pekerjaan dan mungkin
dari kesempatan untuk promosi.
8.
Tantangan
dalam Mendesain Pekerjaan
Inti dari
pendekatan human factors terhadap
desain pekerjaan ialah menciptakan keharmonisan antar persepsi, kognitif, dan
kemampuan fisik manusia; metode bekerja, mesin, alat bantu pekerjaan lain, dan
wilayah di mana pekerjaan dilakukan. Tiap unsur ini telah ditinjau namun dalam hakikatnya mereka harus bekerja
sama dan sayangnya sangat sering tidak tercapai.
Telekomuting
tidak membantu masalah yang dijelaskan. Umumnya orang kurang memiliki
pengetahuan dalam mengkonfigurasikan ruang kerja mereka dengan tepat, walaupun
perkembangan dalam komputer dapat membantu memberikan pemahaman mengenai
pengaturan ruang kerja yang tepat (Hochanadel, 1995).
Ada sedikit yang
para human factors engineers dapat
lakukan terhadap masalah yang dialami pekerja baik di rumah maupun di
perjalanan namun akan lebih banyak lagi yang dapat mereka lakukan jika mereka
diberi kesempatan.
Akan terdapat pengecualian, tapi banyak perubahan
membutuhkan mengakomodasi kebutuhan khusus pekerja. Bagi beberapa orang,
menggunakan suatu alat yang dapat membantu pekerjaannya malah dianggap sulit
oleh orang tersebut dalam menggunakannya. Namun sebenarnya perubahan-perubahan
tersebut dapat membantu pekerja dalam lebih memahami masalahnya dan cara
mengatasinya yaitu dengan menggunakan alat bantu. Bagi pekerja yang belum dapat
menggunakan alat bantu tersebut maka akan diberikan pelatihan (training) dalam menggunakannya.
B.
PENDEKATAN
PSIKOLOGI UNTUK MENDESAIN PEKERJAAN
Pendekatan
psikologi untuk mendesain pekerjaan mempunyai karakteristik yang mengatakan
bahwa keefektifan dan efisiensi berkorelasi dengan kepuasan kerja. Banyak
psikolog yang yakin bahwa kepuasan kerja merupakan kunci untuk mencapai
aktualisasi diri (Maslow, 1943) dan pemenuhan kebutuhan mereka merupakan hal
yang penting untuk motivasi kerja.
Ada tiga teknik merancang pekerjaan berdasarkan
pendekatan psikologi, yaitu: job
enlargement, job enrichment, dan sosiotechnical
job design. Dalam sejumlah masalah kerja seperti pemborosan waktu,
keterlambatan, kehilangan pegawai, kualitas pekerjaan yang buruk, tingkat
turnover yang tinggi, tingkat absensi yang tinggi, dan pemborosan material, psikolog I/O menganjurkan pemeriksaan aspek rancangan pekerjaan secara
psikologi.
1. Perluasan Pekerjaan (Job Enlargement)
Keputusan dasar
dalam rancangan pekerjaan adalah berapa banyaknya tugas yang harus dimasukkan
dalam defenisi sebuah pekerjaan. Ada dua sistem pelaksanaan tugas
dalam suatu organisasi yaitu pelaksanaan tugas berkali-kali dan pelaksanaan semua tugas yang membuat pekerjaan lengkap.
Dari
sudut pandang efektivitas dan efisiensi, memberikan spesialisasi tugas akan
memungkinkan setiap karyawan untuk berkonsentrasi pada satu atau beberapa tugas
sehingga memberikan hasil yang sangat baik. Mengerjakan tugas yang
berulang-ulang, delapan jam sehari, lima hari seminggu, ini merupakan hal yang
monoton, dan banyak orang menemukan pekerjaan tersebut membosankan dan tak
berarti. Sebuah desain pekerjaan strategi
untuk mengurangi atau menghilangkan masalah potensial ini disebut job
enlargement.
Job
enlargement merupakan rencana untuk
membuat pekerjaan “lebih besar” atau lebih luas, dengan menambahkan sejumlah
tugas pekerjaan kepada tiap orang yang melakukannya. Biasanya, tugas yang
diberikan berada pada tingkat keterampilan atau kesulitan yang sama seperti
tugas aslinya ( a horizontal loading of
tasks). Contoh:
Seorang karyawan bagian teller suatu waktu diminta untuk menjadi customer service. Job enlargement berfungsi
agar seorang karyawan tidak jenuh bekerja, karena diberi tugas baru walaupun
pekerjaan tersebut masih dalam tingkat keterampilan/ kesulitan yang sama.
Job
enlargement mulai terkenal pada tahun 1950-an dan 1960-an sebagai sebuah cabang
dari minat sebab dan akibat dari kebosanan karyawan dan keterasingan dari
pekerjaan. Psikolog berhipotesis bahwa spesialisasi tugas akan memberikan
dampak yaitu mencegah kebutuhan orang-orang untuk bervariasi, untuk menghadapi
tantangan, dan untuk rasa membuat kontribusi yang berarti dalam menggapai
tujuan kelompok.
Hasil-hasil penelitian terhadap pengaruh
terhadap perluasan pekerjaan hampir selalu positif. Seperti yang dilaporkan
oleh Killbridge (1960). Dalam studi tersebut. perluasan pekerjaan dari
perakitan pompa air dari satu tugas menjadi merakit, memeriksa, menguji
keseluruhan pompa menghasilkan penghematan yang cukup besar bagi perusahaan
yang bersangkutan. Tidak semua pekerjaan
dapat diperbesar, dan tidak semua orang ingin pekerjaan mereka diperbesar
bahkan jika itu adalah mungkin untuk melakukannya. Selain itu, persyaratan
kemampuan dan keterampilan dari pekerjaan yang diperbesar mungkin di luar
kemampuan pemegang pekerjaan tersebut.
2. Pengayaan
Pekerjaan (Job Enrichment)
Pengayaan
pekerjaan (job enrichment) memiliki
kesamaan dengan perluasan pekerjaan (job
enlargement). Prinsip utama dari kedua desain pekerjaan ini didasarkan pada
pengapresiasian kebutuhan manusia akan kerja adalah penting. Perbedaannya adalah pada konsep bagaimana mencapainya. Perluasan pekerjaan bekerja atas asumsi bahwa pekerjaan
bergantung pada jumlah dan variasi dari tugas yang ditampilkan pada umumnya.
Sementara itu, pengayaan pekerjaan tidak bergantung pada jumlah dari tugas
melainkan dari jenis tugas tersebut.
Pengayaan
pekerjaan biasanya memberikan kepada karyawan lebih banyak tanggung jawab dan
kekuasan mengambil keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan,
dan pengendalian kerja mereka sendiri. Tugas yang ditambahkan untuk memperkaya
pekerjaan biasanya adalah tugas bertipe manajemen (management-type tasks) yang merupakan vertical loading of job tasks.
Dalam melakukan pengayaan pekerjaan, teori Hackman dan
Oldham (1975, 1976) tentang teori motivasi sangat mempengaruhi pekerjaan.
Menurut teori tersebut, the core dimensions
dapat meningkatkan motivasi karyawan, kepuasan kerja, kerja yang berkualitas,
mengurangi absensi dan turnover. Hal ini mempengaruhi tiga psikologis internal
yaitu pengalaman yang berarti, tanggung jawab, dan hasil pengetahuan.
Efeknya akan lebih tinggi pada pekerja yang memiliki kebutuhan untuk tumbuh dan
berkembang yang lebih tinggi, dan mereka juga tergantung kepada beberapa
tingkat tertentu dalam konteks kepuasan.
3. Perceived VS Karakteristik Tugas
Objektif
Hackman dan Oldham tahun 1974 mengembangkan alat diagnostik kuisioner yang disebut Job Diagnostic Survey(JDS). Alat diagnostik
ini digunakan untuk mengukur
sejauh mana pekerjaan memiliki karakteristik lima model mereka. Asumsi
yang mendasari skala adalah bahwa lebih dari masing-masing karakteristik orang
yang melakukan pekerjaan mengatakan itu memiliki, yang lebih kaya pekerjaan. Sementara itu, The Job
Characteristics Inventory (JCI) merupakan alat yang berbeda tetapi memiliki
tujuan yang sama, dan Breaugh (1985, 1989) mengembangkan sebuah kuisioner
terpisah untuk mengukur otonomi pekerjaan (work
autonomy).
JDS
telah sering digunakan sebagai definisi operasional kekayaan pekerjaan, dan investigasi dari pengukuran sifat skala ini telah
dilakukan. Penelitian ini menemukan bahwa campuran positif dan
negatif pada JDS yang asli menunjukkan kesalahan yang signifikan dalam skor.
Dalam
beberapa kasus, kuisioner terbaik dari sudut
pandang pengukuran tidak benar-benar dapat mengukur kekayaan pekerjaan. JDS dan JCI dan beberapa kuisioner yang serupa lainnya sebenarnya
digunakan untuk mengukur sejauh
mana pekerjaan dirasakan oleh orang yang menjawab pertanyaan tersebut untuk memiliki
karakteristik-karakteristik ini.
Persepsi tentang karakteristik pekerjaan yang sama dapat
bervariasi berdasarkan perbedaan dalam preferensi individu,
latar belakang, usia, dan tingkat identitas dengan profesi seseorang.
Persepsi mengenai karakteristik pekerjaan dipengaruhi
oleh usia, dan identifikasi individual terhadap profesi pekerjaan, bahkan jenis
kelamin orang yang bersangkutan juga ada relevansinya seperti dijelaskan pada
tabel berikut.
Characteristic
|
Rank
|
Males
|
Females
|
Provides a feeling of
accomplishment
|
1
|
1
|
Provides job security
|
2
|
3.5
|
Provides the
opportunity to earn a high income
|
3
|
10.5*
|
Encourages continued
development of knowledge and skills
|
4
|
2*
|
Permits advancement to
high administrative responsibility
|
5
|
10.5
|
Provides comfortable
working conditions
|
6
|
3.5*
|
Provides change and
variety in duties and activities
|
7
|
6
|
Is respected by other
people
|
8
|
8
|
Rewards good
performance with recognition
|
9
|
9
|
Involves working with
congenial colleagues*
|
10
|
5*
|
Provides ample leisure
time off the job
|
11
|
15
|
Permits you to develop
your own methods of doing the work
|
12
|
13
|
Is intellectually stimulating
|
13
|
7*
|
Requires originality,
creativeness
|
14
|
17
|
Makes use of your
specific educational background
|
15
|
14
|
Requires working on
problems of central importance to the organization
|
16
|
19
|
Permits working
independently
|
17
|
16
|
Requires meeting and speaking
with many people
|
18
|
18
|
Permits you to work
for supervisors you admire and respect
|
19
|
12*
|
Gives you the
responsibility for taking risk
|
20
|
22*
|
Makes a socila
contribution by the work you do
|
21
|
21
|
Requires supervising
others
|
22
|
23*
|
Satisfies your
cultural aesthetic interests
|
23
|
20
|
Permits a regular
routine in time and place for work
|
24
|
24
|
Has clear-cut rules
and procedures to follow
|
25
|
25
|
*Indicates that
difference is statiscally significant.
|
|
|
Menurut Salancik dan Pfeffer persepsi karakteristik
pekerjaan juga dapat dilakukan dengan model pengolahan informasi sosial. Dimana
dalam model ini, orang mengambil petunjuk dari karyawan lain tentang cara sikap
yang “benar” terhadap pekerjaan. Jika rekan kerja mengatakan bahwa pekerjaannya
besar, karena menyediakan kesempatan untuk memberikan kontribusi positif pada
masyarakat, karyawan diminta untuk mengisi sebuah kuisioner seperti JDS yang
sangat mungkin untuk mengatakan bahwa pekerjaan itu memiliki makna tugas yang
tinggi.
Pentingnya variabel individu
dan situasional yang mempengaruhi bagaimana orang melihat dan menggambarkan
pekerjaan mereka terletak pada kenyataan bahwa orang bereaksi
terhadap pekerjaan mereka berdasarkan cara mereka melihat mereka, bukan pada bagaimana seorang
psikolog I/O melihat mereka. Dari sudut pandang ini tidak
ada hal seperti karakteristik "obyektif" tugas,
situasi yang dapat mengacaukan upaya penelitian dan
menciptakan kesulitan praktis yang cukup untuk psikolog I/O berusaha
untuk membantu organisasi menerapkan desain ulang pekerjaan pengayaan.
4. Desain Pekerjaan dengan
Sociotechnical
Pandangan
sosiotkenis dari organisasi adalah pandangan sistem yang menekankan perlunya
hubungan yang seimbang antara manusia/sosial dan komponen teknologi dari sebuah
organisasi.
Rancangan
pekerjaan dan organisasi sosial menunjuk pada perluasan teknologi pekerjaan.
Beberapa teknologi memperbolehkan individu bekerja dengan bebas. Teknologi lain
menciptakan tugas yang menghendaki pekerja bekerja bersama-sama.
Bila diterapkan
dalam rancangan pekerjaan, prinsip-prinsip dasar sosioteknis seringkali
menganjurkan pendekatan kelompok atau tim kerja dan bukan perorangan. Kelompok
karyawan diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan sejumlah unit pekerjaan dan
mereka memutuskan antara mereka sendiri dan siapa yang melaksanakan tugas
tertentu pada saat tertentu. Aplikasi yang paling terkenal dari strategi ini
adalah apa yang dihasilkan sejumlah percobaan di pabrik Saab-Scania di Swedia
pada akhir tahun 1960-an. Hasil dari percobaan-percobaan pabrik tersebut
mengalihkan rancangan standar continuous assembly line untuk perakitan mesin
model ke rancangan kelompok perakitan paralel.
Dengan
digunakannya metode kelompok perakitan paralel, beberapa tim karyawan
bertanggung jawab untuk perakitan keseluruhan mesin dan masing-masing tim
bekerja dengan kecepatannya sendiri. Meskipun akibatnya kemudian adalah melepaskan rancangan sosio teknis tersebut, kesuksesan tersebut
dan program lain yang mirip Volvo dan perusahaan Eropa yang lain telah membawa
sejumlah perusahaan AS mengambil prinsip-prinsip tadi.
Meskipun rancangan sosioteknis seringkali dinyatakan
sebagai salah satu bentuk untuk job enrichment, termasuk juga prinsip-prinsip
dasar dari perluasan pekerjaan-variasi tugas atau keterlibatan perorangan dengan
pekerjaan yang harus dilakukan. Dalam tim rancangan pekerjaan, tidak ada
seorang pun yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan pekerjaan, tetapi
masing-masing dapat melihat bagaimana usahanya merupakan bagian dari
penyelesaian pekerjaan tersebut. Satu hal yang juga sama pentingnya ialah tidak ada seorangpun yang
dibatasi pada satu tugas yang monoton dan berulang-ulang kecuali memang hal itu
yang dikehendakinya.
5. Tantangan dalam
Desain Pekerjaan dengan Psychological
Model
karakteristik dibangun lebih dari 20 tahun lalu. Selama periode itu, pekerjaan
berubah lebih dari karakter dasar setiap waktu sejak revolusi industri.
Sementara tidak
ada alasan untuk percaya bahwa job
characteristic spesifik dengan model kuno, ada kemungkinan bahwa tidak adanya lagi pengelompokan. Tantangan besar yang
dihadapkan pada yang pekerja di area ini adalah meluaskan pandangan mereka untuk
menguji pekerjaan teknologi terbaru untuk karakteristik yang berbeda yang
mempunyai efek penting pada performa dan kesejahteraan karyawan.
Tantangan kedua
yang dihadapkan pada psikolog I/O bahwa bekerja dengan pendekatan psikologi
pada rancangan pekerjaan adalah integrasi yang lebih baik dari penelitian dan
aplikasi. Ini hanya merupakan area aktif dari penelitian tetapi hanya
persentase kecil dari laporan yang dipublikasikan, yaitu dasar lahan intervensi. Hasil
dari investigasi ini menyarankan bahwa efek dari job enrichment atau sociotechnical job design tidak semudah menjelaskan perbedaan antara sebelum dan sesudah
pengukuran kepuasan atau performa kerja.
Ketika kelompok
karyawan diberi kemampuan baru dan tanggung jawab lebih untuk membuat keputusan, dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang
salah, maka kealamian dari pekerjaan itu berubah.
Psikologi rancangan pekerjaan tidak sendirian menciptakan
berbagai macam efek sistem
organisasi, tetapi dalam persoalan yang rumit cenderung menjadi
emosional, politik, dan filosofis daripada melakukan hal rumit tersebut pada pendekatan faktor manusia.
6. Concluding Remarks on Job Design
Dua pandangan yang sangat berbeda mengenai rancangan
pekerjaan telah didiskusikan. Tujuan dari psikolog I/O untuk membuat pendekatan
psikologi terhadap rancangan pekerjaan adalah untuk membuat pekerjaan lebih
memuaskan. Tentu ada pengecualian, tetapi umumnya psikolog I/O dan faktor psikologi manusia
mempunyai tradisi yang panjang untuk menolak keberadaan yang lainnya.
C. KONDISI BEKERJA
1. Suhu di Tempat
Kerja
Psikolog dan
orang-orang yang mempelajari tentang pengaruh suhu pada sikap kerja mencoba
menetapkan batas antara kebanyakan orang yang bekerja secara efektif dan
nyaman. Hal ini tak segampang kedengarannya karena tidak ada yang semudah
hubungan antara thermometer reading
dan kenyamanan manusia. Perbedaan
manusia secara individual dapat membuat efek yamg besar terhadap kenyamanan.
Karena banyaknya
variabel yang mempengaruhi persepsi manusia terhadap suhu, suatu penelitian
dalam aspek kondisi kerja diarahkan menemukan cara yang dapat diandalkan untuk
mengukur “suhu efektif”, suhu yang dirasakan, atau dialami, sebagai yang
berbeda dari thermometer reading.
Ilmuwan yang
menginvestigasi cara untuk mengukur temperatur efektif melakukan penelitian
dasar. Khususnya dalam area ini, kebanyakan psikolog industri dan organisasi,
lebih tetarik dalam penelitian terapan, secara spesifik dalam hubungan antara
temperatur efektif dan performa kerja. Mereka menemukan bahwa baik dari suhu
panas maupun dingin, menyebabkan perubahan fisiologis yang dapat memiliki efek
yang tidak diinginkan pada prestasi kerja. Sifat dari pekerjaan yang dilakukan
dan lama paparan adalah faktor kedua yang biasanya memiliki dampak terbesar
pada bagaimana suhu ekstrim di tempat kerja mempengaruhi manusia.
Kebanyakan studi
dari tugas-tugas kognitif yang kompleks yang memerlukan perhatian terus-menerus
menunjukkan bahwa subjek melakukan paparan kerja yang terlalu lama pada suhu
tinggi dapat membuat kesalahan secara signifikan lebih besar dibandingkan bekerja
di suhu yang lebih rendah. Hasil yang dilaporkan dari salah satu penyelidikan
laboratorium tentang hubungan antara (a) suhu ruangan dan (b) jumlah waktu
subjek untuk terus melanjutkan tugas-tugas dengan standar akurasi yang
ditentukan. Waktu menurun tajam ketika suhu mencapai diatas 80°F; pada suhu di
atas 100°F, subjek tidak dapat menunjukkan performa standar setidaknya selama
satu jam.
Implikasi dari
penelitian suhu terhadap pengontrolan suhu di lingkungan kerja relatif mudah.
Kebanyakan orang yang bekerja di kantor dan cahaya manual paling efisien dan
nyaman dengan suhu efektif yang tidak lebih tinggi dari 80°F. Suhu yang dingin
lebih baik untuk pekerjaan berat. Rekomendasi yang spesifik bagi beberapa
pekerjaan yang disarankan oleh American
Society of Heating, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers (ASHRAE)
di dalam Fundamentals Book.
Rekomendasi dari ASHRAE berdasarkan asumsi bahwa
suhu tempat kerja dapat diatur, tetapi banyak orang yang bekerja di luar
ruangan, seperti para kru konstruksi, tukang kebun, dan pemadam kebakaran yang
bekerja di suhu apapun. Jika suhu terlalu ekstrim, kesehatan dan performa
karyawan bisa jadi membahayakan kecuali efek fisiologis yang lemah diimbangi
dengan rotasi kerja atau periode istirahat yang teratur.
2. Pencahayaan di
Tempat Kerja
Seperti yang
diteliti tentang pengaruh temperatur terhadap kinerja kerja dan kenyamanan,
peneliti ingin menentukan rentang temperatur ideal untuk berbagai lingkungan
kerja. Mereka yang mempelajari pencahayaan ingin meresepkan tingkat terbaik
pencahayaan untuk tempat kerja. Spesifikasi pencahayaan profesional hampir
selalu diberikan pada ukuran standar pencahayaan yang disebut footcandles. Mengembangkan spesifikasi
ini adalah proses yang sangat teknis, namun ada kemungkinan untuk dicatatbahwa ada
beberapa faktor yang harus diperhitungkan, yaitu:
·
Sifat dari tugas.
Pembacaan, perakitan, pemantauan, dan pemeriksaan, semua memiliki komponen
visual yang besar;
·
Atribut visual terkait
(seperti ukuran dan warna) dari bahan, alat, atau alat bantu kerja lainnya yang
digunakan pada pekerjaan;
·
Sejauh mana rincian
menonjol dari latar belakang.
Contoh modernnya adalah kebutuhan untuk
mempertimbangkan kontras ketika menentukan pencahayaan yang disediakan oleh
peningkatan penggunaan tampilan visual unit elektronik.Solusi pada karyawan
perusahaan listrik ditemukan untuk masalah penerangan mereka akan menimbulkan
masalahnya sendiri pada waktunya. Spesifikasi pencahayaan penting dalam
merancang tempat kerja., tapi bukan hanya penelitian yang dilakukan disini. Beberapa
peneliti lebih tertarik pada aspek kinerja non pencahayaan, seperti tayangan
dibuat dengan cara menyala.
3.
Kebisingan/Suara
di Tempat Kerja
Jumlah sumber
kebisingan di lingkungan kerja bisa mengejutkan. Beberapa karyawan manufaktur
bekerja dalam kondisi sangat bising membuat percakapan normal tidak mungkin.
Banyak pekerja kantor harus bersaing dengan bunyi terus-menerus dari mesin
kantor, dering telepon bertubi-tubi, percakapan antara orang-orang di kantor.
Kebisingan
tempat kerja, misalnya seperti yang ditemukan di pabrik dan kantor, berasal
dari alat, mesin, dan orang-orang yang melakukan tugas-tugas pekerjaan.
Kebisingan selalu menjadi bagian dari pekerjaan kebanyakan organisasi, dan
mengurangi hal itu telah lama menjadi prioritas insinyur industri dan psikolog
I/O.
Apa yang
tampaknya menjadi kebingungan dalam penelitian dan dalam hubungan antara
kebisingan dan kinerja kerja menunjukkan bahwa perbedaan individu, baik fisik
maupun psikologis, memainkan peran besar dalam penyelidikan tersebut. Faktanya,
beberapa ilmuwan percaya bahwa kebisingan itu sendiri dapat menjelaskan sedikit
variasi dalam reaksi untuk itu dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Ada
juga bukti bahwa reaksi terhadap perubahan kebisingan dari waktu ke waktu,
dengan beberapa orang mulai terbiasa dan beberapa menjadi lebih sensitif
terhadap hal itu. Bila digabungkan, semua variabel pengganggu berpotensi cukup
untuk menarik kesimpulan umum dari literatur kinerja-kebisingan.
Kecenderungan
umum dari penelitian efek kebisingan pada orang-orang menyatakan bahwa semua
langkah mungkin diambil untuk mengurangi kebisingan di tempat kerja. Temuan ini
tidak mendukung hipotesis bahwa kebisingan selalu merugikan prestasi kerja,
tetapi mereka tidak meninggalkan keraguan bahwa mengurangi tingkat kebisingan
dan durasi menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat. Masalah dengan
strategi ini dari sudut pandang praktis adalah bahwa hal itu mengabaikan
preferensi individu.
Fakta yang cukup terkenal adalah orang-orang tidak
lagi selalu memlih apa yang terbaik untuknya yang diilustrasikan dengan atraksi
kebisingan.Karena dunia semakin ribut, masalah perbedaan individu dalam
preferensi untuk lingkungan kerja yang bising atau tenang dapat menjadi lebih
mendesak, hak relatif musik/tidak ada musik karyawan bisa menjadi isu seperti
hak-hak perokok dan non perokok dulu. Kebisingan yang tidak diinginkan
menciptakan stres, tetapi orang-orang yang lebih suka musik mengatakan mereka
menemukan ketenangan. Beberapa organisasi yang membiarkan karyawan yang ingin
mendengarkan musik melalui headphone
melakukannya di mana itu tidak akan mengganggu mereka untuk menjadi lebih
tenang, tapi ini tidak selalu menjadi solusi yang praktis. Di samping itu, headset pada volume yang tertentu
diketahui menjadi faktor utama dalam gangguan pendengaran dini di kalangan
orang muda.
4.
Tata
Letak Tempat Kerja
Ada begitu banyak cara di mana ruang fisik yang
tersedia untuk kantor-jenis pekerjaan (sebagai kontras dengan kegiatan
manufaktur, gudang, dan sebagainya) dapat dikonfigurasi. Kantor individu
karyawan adalah tradisi lama. Di jaman modern seperti sekarang, ruang kerja
biasanya tidak berdinding, tidak berpintu, dan bisa digeser atau dipindahkan
sesuai keinginan. Hal ini juga sering disebut open-plan office. Biasanya bisa kita temukan di kantor-kantor
cabang sebuah bank.Workstation
ditempatkan di setiap ruang yang tersedia. Pengaturan yang fleksibel dan ekonomis
dan akses pekerja mudah satu sama lain, namun reaksi karyawan tentang tata letak
tempat kerja ini telah kurang menguntungkan dari awal.
5.
Distribusi
Jam Kerja
Menanggapi berbagai pengaruh, pola distribusi jam kerja di negeri ini telah berkembang menjadi standar yaitu delapan jam per hari, lima hari seminggu. Organisasi yang harus beroperasi selama lebih dari
delapan jam berturut-turut per hari biasanya memiliki dua atau lebih shift delapan jam, tetapi sejumlah variasi pada pola
standar telah dirancang dan diimplementasikan.
Minggu
Penekanan Kerja (CCW−Compressed Work Week)
Minggu
penekanan kerja (CWW) adalah redistribusi dari 40 jam kerja standar.
Bentuk umumnya, orang bekerja empat hari dalam
seminggu dan masih dimasukkan ke dalam 40jam karena mereka bekerja 10jam sehari.
Beberapa industri dan profesi telah mengembangkan rencana
lain. Mereka menawarkan beberapa hari, 12jam
per hari kerja “seminggu”.
Minggu penekanan
kerja menawarkan waktu luang pribadi yang lebih besar dibanding dengan
pengaturan standar jam kerja. Manfaat yang diyakini terkait adalah
berkurangnya peningkatan kecemasan dan stres dalam
kehidupan di rumah. Diharapkan bahwa manfaat nantinya akan dikaitkan dengan absensi berkurang, sikap yang lebih baik terhadap organisasi, kepuasan
kerja yang lebih besar, dan produktivitas kerja yang lebih
tinggi.
Salah satu kajian awal literatur tentang penjadwalan kerja (Ronen &Primps, 1981) muncul hanya 14 laporan yang jelas relevan dengan isu-isu CCW. Penelitian ini mendukung asumsi bahwa CCW berhubungan dengan
perbaikan dalam kualitas kehidupan rumah dan waktu luang.
Penelitian sejak review oleh Ronen dan
Primps umumnya mendukung hubungan antara pelaksanaan CCW dan kepuasan meningkat
dengan jadwal kerja (misalnya, Cunningham, 1989; Dunham, Pierce, dan Castaneda,
1987). Ada bukti kurangnya peningkatan produktivitas, tetapi ada juga beberapa bukti
bahwa kinerja tidak menurun di bawah CCW penjadwalan (misalnya, Duchon, Keran,
& Smith, 1994). Pada dasarnya, kelelahan tetap menjadi masalah dan ada kekhawatiran
bahwa hal itu dapat menyebabkan kecelakaan dan cedera lebih banyak.
Pada pertengahan 1990-an, sekitar 25% dari organisasi
yang lebih besar yang menggunakan penjadwalan ini untuk beberapa atau semua karyawan mereka. Banyak alasan
yang melatarbelakangi kecenderungan ini, di antaranya fakta
bahwa CCW menyediakan cara untuk merespon tuntutan karyawan yang meningkat untuk
fleksibilitas kerja yang cenderung mudah dikelola daripada penjadwalan umum.
Jam
Kerja Flexibel
Jam kerja fleksibel digunakan untuk berbagai variasi dalam distribusi waktu kerja. Ditandai oleh beberapa jumlah jam inti, dimana
semua karyawan harus berada di tempat kerja, bersama-sama dengan beberapa fleksibilitas di antara waktu masuk dan pulang.
Flextime telah ada selama lebih dari 60
tahun. Para pemerintah federal mulai bereksperimen dengan jam kerja pada 1930-an, ketika lalu lintas
di District of Columbia meningkat jauh lebih cepat dari pembangunan jalan, dan
karyawan keterlambatan dan ketidakhadiran dari pekerjaan yang
merajalela. Marquette Electronics, produsen alat-alat medis, memungkinkan semua
2.000-plus karyawan, termasuk pekerja produksi, untuk menyesuaikan jadwal
mereka sendiri.
Memiliki karyawan yang masuk dan pulang pada waktu yang berbeda bukanlah
situasi yang layak untuk setiap organisasi, tetapi bagi mereka yang dapat
menangani hal itu, potensi keuntungan dari flexitime kepada
karyawan yang cukup besar. Mereka dapat menghindari lalu lintas jam sibuk, mengurus
bisnis pribadi selama jam kerja normal dan bepergian pada akhir pekan, berada di rumah
ketika anak-anak keluar dari sekolah, atau tidur larut malam - apa saja yang
sesuai dengan kebutuhan dan situasi khusus mereka.
Penelitian tentang flextime agakl ebih komprehensif daripada CCW. Ada sejumlah percobaan lapangan tentang pengaturan kerja ini, seperti yang dilakukan oleh Narayanan dan Nath(1982). Subjek dalam penelitian adalah karyawan sebuah perusahaan multinasional
besar. Penelitian (flexitime) dan kontrol (jam kerja standar) dipasangkan
perkelompok berdasarkan pada usia, pendidikan, gaji, dan absensi sebelumnya. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara
kelompok-kelompok dalam
langkah-langkah produksi
atau kepuasan kerja yang dilaporkan, tetapi subjek penelitian menunjukkan fleksibilitas kerja yang lebih besar, hubungan kerja yang lebih baik, baik atasan-bawahan hubungan,
dan ketidakhadiran berkurang daripada kelompok kontrol.
Narayanan dan Nath menemukan bahwa flexitime dikaitkan dengan absensi yang
berkurang secara
konsisten
dengan penelitian lain dalam bidang ini. Dalam kajian mereka dari 24 studi flexitime, Ralston dan Flanagan (1985) melaporkan
bahwa ketidakhadiran dan omset berkurang di hampir semua organisasi yang diukur dalam variabel.
Hubungan antara pelaksanaan flextime dan
ketidakhadiran berkurang jauh dan lebih dapat diandalkan dari pada hubungan antara flextime dan
peningkatan produktivitas. Sebuah studi yang menarik oleh Ralston, Anthony,
dan Gustafon (1985) juga
mengidentifikasi penggunaan
sumber daya bersama(atau tidak) dalam pekerjaan fisik sebagai salah satu variabel yang peningkatan
produktivitasnya tergantung flexitime.
Situasi kerja di mana rekan
kerja harus berbagi peralatan relatif kecil dan manfaat dari flexitime dalam situasi lain belum ditunjukkan dengan cara
apapun meyakinkan. Seperti CCW,
bagaimanapun, flexitime tidak berhubungan langsung
dengan kepuasan
kerja yang meningkat (misalnya,
Ralston, 1989), serta penurunan absensi bagi
karyawan merupakan sukarela
dari karyawan.
Shift
Kerja
Shift kerja adalah strategi penjadwalan
kerja dimana berbagai
kelompok karyawan melakukan tugas pekerjaan yang sama pada waktu yang berbeda selama periode 24jam. Ini adalah aturan di banyak organisasi sektor
publik, termasuk rumah sakit, pemadam kebakaran, dan kepolisian, dan
sektor swasta.
Shift Kerja dan Sikap
Banyak karyawan pada kerja
shift permanen mengungkapkan preferensi untuk pekerjaan sehari. Gangguan terhadap tidur dan kebiasaan
makan dan gangguan keluarga dan kehidupan sosial adalah keberatan paling umum dari pola ini. Setiap
orang berbeda, bagaimanapun, dan kebanyakan penelitian pada shift kerja juga melaporkan persentase karyawan (kadang-kadang sebanyak sepertiga
dari keseluruhan) lebih
memilih shift malam permanen. Keuntungan untuk kerja
malam misalnya kurang pekerjaan supervisi, harapan kinerja yang lebih rendah,
dan kebebasan untuk berbelanja atau mengurus hal pribadi selama jam kerja normal.
Lebih mengejutkan, mungkin, fakta bahwa beberapa orang lebih
memilih shift kerja malam permanen karena beberapa mengekspresikan hal
lain saat rotasi shift kerja. Rotasi shift kerja ditandai dengan pergeseran tugas mengikuti hari libur, misalnya, empat hari pada shift kerja
malam, tiga hari libur, dan
lima hari shift siang. Wedderbun, ada 1.975 studi shift
kerja di industri baja masih
berpengaruh, mengacu
pada berbagai preferensi yang diuraikan sebagai jenis rotasi. Pada
sebuah
tinjauan perbedaan individu dalam toleransi untuk shift kerja disediakan oleh Harma(1993).
Shift Kerja dan Kinerja Pekerjaan
Tidak banyak laporan dari psikolog industri dan organisasi pada perbedaan kinerja karyawan pada berbagai pergeseran standar, tetapi karyawan cenderung menjadi agak lebih rendah
dari kesalahan, memo, dan seterusnya, dan menjadi agak lebih tinggi pada shift kerja
malam(misalnya, Jamal&Jamal, 1982).
Salah satu penjelasan yang mungkin untuk pola ini seperti:
·
Karyawan yang tidak ingin bekerja malam tetapi harus mempertahankan pekerjaan
mereka mungkin memang bekerja kurang keras, membuat lebih banyak kesalahan, atau
keduanya;
·
Layanan dukungan organisasi terhadap pekerja
tetap di malam hari yang kurang, meskipun operasi lainnya sepenuhnya dikelola, beberapa keputusan dan kegiatan mungkin menunda kebutuhan atau dilaksanakan dengan kurang dari informasi
yang lengkap atau akurat;
·
Mungkin ada sedikit pengawasan langsung pada shift malam di beberapa organisasi;
·
Orang
yang bekerja malam sebagai bagian dari jadwal rotasi
shift dapat menyesuaikan perubahan dengan
memadai (dalam arti fisik) dan mampu bekerja secara
normal(Totterdell, Spelten, Smith,
Barton, &Folkard, 1995).
Shift
Kerja dan Kesehatan Pekerja
Shift kerja malam maupun
sore dapat menyebabkan penyimpangan
bentuk pola hidup bagi kebanyakan orang dewasa. Mereka menjadi
mudah stres, dan dapat diduga bahwa hal
itu akan memberikan efek buruk pada kesehatan dan kesejahteraan dari beberapa karyawan. Banyak bukti yang mendukung dugaan ini, pada
pekerja shift kerja malam sering ditemukan gangguan terkait dengan kesehatan, termasuk kelelahan, dibandingkan shift
kerja siang(Costa, 1996). Shift kerja (khususnya malam) tampaknya bisa lebih merugikan kesehatan karena dilaksanakan tidak seperti biasanya, tidak memungkinkan karyawan untuk beradaptasi dengan pola kerja asing,
tidur, dan makan.
Banyak faktor, termasuk kecepatan rotasi (seberapa sering individu
berganti darisatu shift ke
yang lain), arah
rotasi (hari ke malam atau sebaliknya), jenis pekerjaan, dan jumlah tidur karyawan pada
hari libur, mempengaruhi respon terhadap shift
kerja (Knauth, 1996). Selain itu,
tidak semua orang bisa dipengaruhi
oleh penyimpangan negatif dari rutinitas, dan peran karakteristik tertentu individu karyawan mungkin sangat besar (misalnya,
Harma, 1996).
6.
Penjadwalan
Bekerja dan Pekerjaan yang Berhubungan dengan Kelelahan
Kita perlu beroperasi 24-jam
dan membuat jadwal kerja yang sering menyebabkan kurang tidur dan
meningkatnya kelelahan kumulatif bagi banyak karyawan. Sebagaimana diukur oleh kualitas kinerja,
cepat kelelahan merupakan kelemahan tunggal terbesar untuk CCW dan flextime. Hal
ini juga
merupakan masalah besar bagi orang-orang yang bekerja lembur secara berkala, terjadi lebih sering dengan semakin meningkatnya jumlah organisasi yang melakukan penyempitan
yang sekarang malah menjadi kekurangan staf. Daripada mempekerjakan lebih banyak orang,banyak memenuhi
permintaan untuk produksi yang lebih besar dengan lembur. Pada 1994, misalnya, auto-bagian produsen Perusahaan
Gentex meningkat lembur sebesar 40%.
Lembura dalah strategi biaya-efektif dalam kondisi tertentu dan banyak karyawan senang untuk memiliki uang
ekstra, namun kedua belah pihak dapat membayar harga yang
substansial. Lembur yang
berhubungan dengan kelelahan
adalah masalah utama keamanan dibanyak bidang pekerjaan, seperti pembangkit listrik tenaga nuklir
dan pengoperasian industri transportasi berbagai. Di
antara contoh-contoh lain, kelelahan operator telah menjadi salah satu faktor pada 1989.
Waktu
yang lama
dan/atau jadwal yang tidak tentu
tidak hanya
menyebabkan kelelahan di tempat kerja, juga tidak semua
merupakan kelelahan
fisik(misalnya, Okogbaa,
Shell, & Filipusic, 1994). Berbagai faktor lain dalam situasi
kerja juga terkait dengan kelelahan. Finkelman(1994)melaporkan bahwa, hal lain dianggap
sama, karyawan yang memiliki kontrol pekerjaan rendah,
tingkat upah rendah, pengawasan rendah, dan tantangan kerja yang rendah lebih mungkin mengalami
kelelahan yang tidak terjadwal daripada yang lain. Faktor-faktor pribadi, seperti tidur yang tidak berkualitas, makan, dan
kebiasaan kesehatan umum juga berperan dalam resistensi kelelahan yang lebih rendah.
Dalam beberapa kasus, kelelahan karyawan terkait dengan kondisi kerja terjadi
hanya sedikit atau bahkan tidak ada
sama sekali. Untuk berbagai alasan, yang lain mengarahkan diri untuk bekerja terlalu lama, menolak pulang pada jam yang wajar, tinggal jauh
dari kantor pada akhir pekan, atau berlibur. Tapi apa yang menjadi sumber kelelahan di tempat kerja, tidak ada keraguan bahwa hal itu dapat
mempengaruhi kesehatan karyawan, keamanan,
dan kinerja negatif (misalnya, Bakerolson, & Morisseau, 1994;. Bohnen & Gaillard,
1994;Roger, Spencer, Batu,&Nicholson, 1989). Semakin lama kondisi tersebut terus berlangsung, semakin besar kemungkinan memiliki efek.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik dari
pembahasan ini adalah:
1. Ergonomi
merupakan studi yang membahas mengenai interaksi
antara manusia dengan objek yang digunakan dan lingkungannya yang berhubungan
dengan sistem atau rancangan lingkungan.
2. Rancangan
yang dilakukan dengan prinsip-prinsip ergonomi bertujuan
untuk efisiensi, kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
3. Kinerja
karyawan juga dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan dalam bekerja serta
sarana dan prasarana yang mendukung para pekerja dalam melakukan pekerjaannya,
jadi bukan hanya dipengaruhi dari dalam diri pekerja itu sendiri.
4. Berdasarkan
pendekatan psikologis, keefektifan berkorelasi dengan kepuasan kerja, artinya
kepuasan kerja pekerja juga dapat tercapai ketika pekerja tersebut dapat mengerjakan
pekerjaannya dengan baik (ketika pekerja dapat mengerjakan pekerjaannya secara
efektif).
DAFTAR PUSTAKA
Jewell, L. N. (1998).Contemporary Industrial/organizational
Psychology. California: Brooks/Cole Publishing Company.
Nurmianto, E. (1998). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.