Rabu, 03 April 2013

ERGONOMI

PEMBAHASAN
A.  PENDEKATAN FAKTOR MANUSIA UNTUK DESAIN PEKERJAAN
Dalam bentuknya yang sekarang, rekayasa faktor manusia menjadi kenyataan pada saat Perang Dunia II. Sebelum itu, aspek fisik pekerjaan dan desain tempat kerja  telah meluas provinsi industri insinyur, seperti Frederick Taylor dan pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Taylor (1911) dan Gilbreths (1921) mengembangkan prinsip-prinsip dasar waktu analisis dan  studi gerak yang digunakan hingga saat ini.
Analisis waktu dan studi gerak adalah strategi pelengkap untuk mengembangkan cara yang paling efisien untuk melakukan suatu pekerjaan.  Kedua hal ini mempelajari gerakan karyawan untuk menemukan cara untuk memaksimalkan kecepatan dan meminimalkan gerakan-gerakan yang terbuang. United Parcel Service (UPS) dilatih  untuk membawa paket di bawah lengan kiri, berjalan dengan kecepatan tiga langkah per detik.
Analisis waktu dan studi gerak juga digunakan untuk menemukan kesulitan dari alat desain kerja, mesin, dan alat kerja lainnya. Taylor dan Gilberths menyatakan bahwa analisis dan studi gerak digunakan untuk memunculkan cara terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan. Pegawai, mesin, alat-alat, dan tempat kerja merupakan komponen dari sebuah sistem. Setiap komponen-komponen ini harus sejalan secara menyeluruh agar pekerjaan dapat efiektif dan efisien.
1.    Sistem Operator Mesin
Dalam sistem operator mesin, manusia dan mesin bekerja bersama untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Meski bekerja bersama, namun keduanya melakukan tugas yang berbeda dan alokasi tugas ini antara dua komponen sistem ini pekerjaan desain keputusan. Dalam sebuah sistem yang ideal, operator ditugaskan untuk melakukan tugas-tugas yang manusia lebih baik dan mesin ditugaskan tugas-tugas yang mesin lebih baik. Berikut ini adalah pedoman dasar untuk melakukan tugas:
Manusia biasanya lebih baik dalam hal:
·      Mendeteksi suatu kejadian yang tidak biasa di lingkungan;
·      Mengenali pola dari rangsangan kompleks yang tidak selalu konsisten;
·      Mengingat sejumlah besar informasi lain yang tak berhubungan waktu yang lebih lama;
·      Menerapkan prinsip-prinsip untuk solusi masalah;
·      Mengembangkan solusi kreatif untuk permasalahan;
·      Generalisasi dari pengamatan.
Mesin biasanya lebih baik dalam hal:
·      Membuat tanggapan cepat dan konsisten untuk sinyal input;
·      Mengukur jumlah fisik;
·      melakukan tindakan berulang-ulang untuk sebuah standar yang ditentukan;
·      mempertahankan peningkatan atas kinerja tertentu untuk jangka waktu yang lama;
·      merasakan rangsangan di luar dari kemampuan manusia;
·      mengambil informasi tertentu dengan cepat dan akurat atas permintaan (dengan pengkodean dan petunjuk yang tepat );
·      Mengerahkan kekuatan yang cukup besar dalam sebuah dikendalikan cara untuk jangka waktu yang lama;
·      Rangsangan pengelompokan ke dalam yang ditentukan kelas.
Kemajuan dalam bidang teknologi telah bergerak banyak sekali untuk tugas-tugas yang pernah dicapai oleh manusia untuk sisi operator sistem mesin . Banyak tugas telah bergeser di dalam daerah yang di suatu tempat di antaranya, bisa dilakukan dengan baik oleh seseorang atau oleh mesin. Pertanyaannya adalah bagaimana desainer menghadapi tugas yang cocok untuk mengalokasikan seperti situasi tertentu.
Psikolog D.A.Norman menjelaskan contoh tentang pengaruh dari desain kontrol yang buruk dan petunjuk mekanismenya beserta contoh penekanan pada sleek design tanpa menghiraukan asumsi dasar dari human engineering psychology: Kriteria pertama untuk desain kontrol dan petunjuknya adalah dapat bekerja baik dan mudah dimengerti, sedangkan kriteria kedua yaitu tampilan dan kenyamanan bagi mereka yang memproduksi dan memasangnya.
2.    Desain Kontrol (The Design of Control)
Kontrol mesin merupakan mesin yang diaktifkan dan dioperasikan, pertama kali untuk menghubungkan antara manusia dan mesin dalam sistem operasi mesin. Beberapa contoh kontrol yaitu kunci, tuas, pedal, roda, tombol, dan switch.
Di setiap kasus, merancang kontrol memerlukan keputusan membuat macam-macam seperti untuk bentuk, bentuk, dan lokasi relatif terhadap:
·      Tujuan;
·      Kontrol lainnya atau menampilkan; dan
·      Kapasitas manusia.
Lima kendali yang sederhana dan sering digunakan dibandingkan dengan empat kriteria operasi manusia adalah pedal memungkinkan kecepatan yang tinggi, tapi keakuratifannya kurang. Sedangkan setir kemudi kebalikannya. Jika sebuah mesin mempunyai beberapa kendali, keadaannya akan semakin rumit. Setiap kemudi harus kompatibel dengan yang lain, setiap kendali harus kelihatan berbeda dengan yang lain, terutama jika kecepatan operator penting atau jika operator tidak dapat melihat semua kendali.
Kendali dasar yang diperlukan tersebut adalah untuk mengaktifkan (mulai menjalankan mobil), menyetir, mempercepat, mengerem, dam mengubah versneling. kendali ini harus konsisten dengan sejumlah pembatasan, antara lain:
  • Kendali untuk starting mobil adalah operasi yang tersendiri.
  • Kendali memungkinkan untuk menyetir dan mempercepat secara bersamaan.
  • Kendali memungkinkan untuk mengubah versneling secara bersamaan dengan menyetir dan mempercepat sesuai keperluan.
  • Kendali memungkinkan untuk mengerem, menyetir, dan mengubah (atau melepaskan) versneling secara bersamaan.
Pembatasan-pembatasan yang tertera tersebut berarti bahwa operator mobil seringkali harus mengoperasikan beberapa kendali pada saat yang sama. Karena itu semua kendali harus mudah dicapai dan mudah dibedakan satu sama lain. Kita juga harus mempertimbangkan fakta bahwa menjalankan mobil memerlukan perhatian ke jalan dan operator hanya dapat sesekali melihat kendali yang digunakannya.
Rancangan kendali mobil modern cukup memenuhi syarat dari sistem mesin operator, tetapi tidak dikembangkan dengan sistematis dan terdapat beberapa kelemahan dari sudut pandang faktor manusia. Contoh, rem adalah fungsi yang sering digunakan dalam keadaan darurat. Karena reaksi mata dan tangan manusia lebih cepat dari reaksi mata dan kaki, maka seharusnya pengereman dicapai dengan menggunakan tangan.


3. Desain Tampilan (The Design of Displays)
Display mesin memberikan informasi yang berhubungan dengan kerja kepada operator. Informasi ini mungkin mengenai operasi mesin, atau mungkin merupakan keluaran (kerja) yang sebenarnya dari mesin. Banyak mesin mempunyai display untuk kedua macam kegunaan tersebut.
Tampilan layar komputer belum tentu perlu digunakan untuk memungkinkan pembaca lebih cepat, tetapi fakta bahwa orang membaca lebih lambat daripada cetakan cocok dengan banyak pekerjaan.
Pertanyaannya, dapatkah operator mesin menangkap informasi yang ditampilkan oleh peraga secepat yang diperlukan oleh pekerjaan yang bersangkutan? Jawabannya adalah bagaimana tampilan tersebut sebenarnya dirancang.
Ada lima jenis peraga tampilan visual dalam gambar tersebut. Rancangan yang dikehendaki membuat pembacaan lebih cepat dan lebih mudah dibaca. Contohnya bila pemutaran tetap dengan pointer yang bergerak digunakan, operator dapat membacanya lebih cepat dan mudah jika angka-angka dicetak horizontal terhadap garis pandangnya.
Ada beberapa faktor lain yang memudahkan dan mempercepat informasi tampilan visual dapat dimengerti, yaitu faktor penempatan. Daftar rincian dan prinsip-prinsip yang terkait dalam perencanaan dan penempatan peraga mesin dapat ditemukan dalam setiap buku mengenai faktor dasar manusia.
4.    Metode Kerja (Work Methods)
Sampai saat ini kita memusatkan pembicaraan kita pada komponen mesin dari sistem mesin-operator. Pemusatan sekarang bergeser ke kerja yang sebenarnya dilakukan oleh sistem. Apakah mesin yang digunakan oleh seseorang adalah punch press, word processor, shovel, atau pensil, keputusan mengenai metode kerja adalah bagian yang penting dari rancangan pekerjaan.
Istilah metode kerja mengacu pada pergerakan yang sebenarnya dengan apa orang melaksanakan pekerjaan. Pergerakan ini diteliti secara ekstensif sampai dewasa ini oleh insinyur teknik industri dan usaha-usaha untuk menemukan cara yang paling efisien guna melaksanakan tugas tertentu. Usaha ini tidak selalu dihargai oleh karyawan yang terlibat, karena mereka dapat membawa peningkatan standar produksi. Bila cara yang lebih efisien ditemukan, orang dapat melakukannya lebih cepat sehingga manajemen dapat mengharapkan produksi yang lebih tinggi dengan pembayaran yang sama.
Meskipun penelitian secara ilmiah tentang metode kerja mempunyai pengaruh yang tidak selalu dipandang positif, tetapi perlu diingat bahwa cara yang paling efisien melakukan pekerjaan adalah juga cara yang paling kurang melelahkan. Jika sebuah organisasi dapat memperoleh manfaat dari metode kerja yang baru yang memungkinkan untuk produksi lebih besar, demikian juga dengan karyawannya. Promosi kerja yang efisien hanyalah salah satu tujuan dari mereka yang meneliti tentang metode kerja, dan tidak dapat dipisahkan dari tujuan yang lain, mengurangi kelelahan karyawan dan peningkatan keselamatan.
Perancangan metode kerja untuk tujuan-tujuan tersebut memerlukan kerja sama dengan tubuh manusia dan bukan melawannya. Contoh, tenaga dorong rata-rata pria cukup lebih besar daripada tenaga tariknya. Kalau ketentuannya lain sama (misalnya keluaran kerja yang diperlukan tidak ditingkatkan), baik pekerjaan maupun orang yang mengerjakan pemindahan beban yang berat akan mendapatkan manfaat dari spesifikasi kerja yang berdasarkan pada tenaga dorong dan bukannya tenaga tarik beban.
Kadang-kadang rancangan kerja dari sudut pandangan manusia dipusatkan pada peningkatan efisiensi dan penurunan rasa lelah, seperti contoh tenaga dorong. Dalam kasus yang lain, luka dapat mengakibatkan hasil dari spesifikasi metode kerja yang buruk. Contoh, penggunaan rekayasa faktor manusia dan rancangan metode kerja dengan bantuan computer dapat mengurangi luka-luka tertentu yang sering kali terjadi akibat spesifikasi metode tradisional untuk pekerjaan yang memerlukan gerakan tangan yang berulang-ulang (Armstrong, Radwin, Hansen, & Kennedy, 1986).
Mereka yang mempelajari metode kerja menggunakan berbagai macam ukuran untuk menolongnya menentukan metode yang terbaik guna melaksanakan tugas tertentu. Diantaranya adalah jumlah pemakaian energi, detak jantung, dan jenis usaha otot yang terlibat. Terdapat dua jenis usaha demikian. Satu adalah usaha dinamik, dimana secara bergantian otot berkontraksi dan rileks. Yang lain yaitu usaha statis, dimana terdapat keadaan otot yang berkontraksi agak lama.
Terdapat beberapa perbedaan yang kritis diantar dua jenis usaha manusia tersebut. Seperti yang diketahui, usaha statis menghasilkan ketidakseimbangan diantara jumlah darah yang diperlukan untuk membuat usaha tersebut dan aliran darah yang sebenarnya ke otot. Meskipun usaha dinamis memerlukan aliran darah yang lebih besar daripada keadaan tanpa usaha (istirahat), kebutuhan yang lebih besar ini dapat dipenuhi oleh pasokan yang ada.
Perbedaan psikologi diantara usaha statik dan dinamik berarti bahwa tugas yang memerlukan usaha dinamik mendekati keadaan alami, sedang tugas yang memerlukan usaha statik mengarah ke pemakaian energi yang lebih tinggi dan peningkatan laju detak jantung. Hasilnya, orang yang melakukan tugas ini memerlukan periode istirahat yang lebih lama dan lebih sering. Mereka juga mungkin sekali mengalami penurunan keadaan persendian, otot, dan tendon (Grandjean, 1982). Karena itu cara yang paling mudah diikuti dalam metode kerja fase dari rancangan pekerjaan adalah: Kurangi jumlah usaha statik yang diperlukan untuk melakukan tugas sebanyak mungkin.
Meskipun usaha statik dalam banyak pekerjaan dapat dikurangi atau dihilangkan, pekerjaan lain dengan usaha seperti itu tidaklah mudah diubah. Satu cara untuk mengimbangi dari tugas tersebut adalah memberikan periode istirahat yang lama. Cara yang lain adalah memberikan sejumlah tugas alternatif yang tidak memerlukan usaha ini dan membiarkannya berganti tugas. Kemungkinan yang lain adalah menggunakan mesin, seperti robot industri.
5.    Pengukuran Beban Kerja
Beban kerja merupakan tuntutan yang diberikan kepada seseorang yang sesuai dengan pekerjaannya. Pengukuran beban kerja dapat dilihat dari dua pokok, yaitu:
·      Pengukuran Objektif
Menekankan kepada tuntutan fisik dan kemampuan individu. Maksudnya ialah membandingkan persyaratan fisik untuk mengerjakan suatu tugas dengan kapasitas/kualifikasi individu sendiri.
Misalnya: Karyawan gemuk mengangkat dua box buku sekaligus dan karyawan yang lebih kurus mengangkat box satu per satu.
·      Pengukuran Subjektif
Menekankan kepada perasaan persepsi masing-masing individu terhadap beban kerja. Maksudnya ialah setiap individu memiliki pandangan atau penilaian masing-masing terhadap beban kerja mereka.
Misalnya: Karyawan gemuk menganggap bahwa mengangkat dua box sekaligus bukanlah suatu masalah, namun bagi karyawan yang lebih kurus menganggap bahwa mengangkat dua box sekaligus sulit dilakukannya karena membawa dua box sekaligus sangat berat baginya.
Prosedur penilaian beban kerja merupakan studi laboratorium. Data hasil penelitian berguna dalam membantu human factors engineers untuk mengembangkan metode kerja fisik yang lebih baik/ramah (mudah untuk dilakukan, tidak melelahkan, dan sebagainya).Sebuah review mengenai konsep fisik beban kerja dilakukan oleh Westgaard dan Winkel (1996). Pengukuran beban kerja lebih kompleks, namun karena jumlah pekerjaan yang bersifat non-fisik secara alami terus meningkat, penelitian di bidang ini semakin penting.
6.    The Workspace Envelope
Merupakan suatu bagian dari lingkungan kerja yang paling diminati yang digunakan oleh seorang pekerja selama melakukan pekerjaannya. Contohnya laboratorium bagi seorang peneliti dan cockpit bagi seorang pilot.
Wujud fisik dari workspace envelope ini bersifat unik dan terdapat di sekitar pekerja (dalam ruangan kerja dan sekeliling si pekerja), maka dari itu pada umumnya seseorang yang bekerja lapangan/di luar kantor (misalnya traveling sales representative) tidak memiliki workspace envelope. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa workspace envelope itu berupa kantor (baik pribadi maupun kantor bersama), suasana di dalam  kantor maupun ruang kerja individu.
Dalam desain ruangan kerja, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab mengenai desain ruang kerja untuk meningkatkan performance para pekerja adalah:
·      Seberapa tinggi seharusnya ruang kerja yang dimiliki individu?
·      Kursi seperti apa yang memungkinkan individu dapat duduk dengan nyaman sepanjang waktu?
·      Dimana seharusnya perlengkapan dan barang-barang yang biasanya digunakan disimpan?
·      Dimana seharusnya meja, kursi dan perlengkapan lainnya diletakkan?
·      Seberapa sempit seharusnya suatu workspace envelope agar individu tidak merasa “terjebak” atau terbatas di kantor atau ruang kerjanya?
Pertanyaan di atas sebagian kecil yang membahas mengenai desain workspace envelope. Grandjean (1982) membuat daftar dari sepuluh kriteria spesifik dari kursi kerja untuk para pekerja yang disusun dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Solusi optimal untuk mendesain workspace envelope disesuaikan dengan individunya, namun hal tersebut jarang dipraktekkan dan sebagai gantinya dibuatlah prinsip sebagai panduan umum. Berikut merupakan prinsip yang dapat dijadikan petunjuk umum dalam mendesain workspace envelope:
·      Mengisi workspace envelope dengan beberapa kursi, meja, dan lain-lain, yang diatur dengan desain tertentu untuk kemungkinan yang luas. Barang-barang tersebut dibutuhkan pekerja setiap waktu. The Trakker Adjustable Table (Haworth Incorporated) termasuk sebuah memori yang akan menempatkan meja dengan kecocokan pekerja setelah yang lain dengan ruangan yang sama.
·      Hal-hal yang tidak dapat diatur harus didesain bagi individu yang merasa sangat tidak nyaman atau terganggu karena susunan barang-barang tersebut di ruangannya. Rak permanen harus ditempatkan di tempat yang memudahkan pekerja dalam menggunakannya dan permukaan kerja harus ditinggikan (bagi orang yang tinggi). Membungkuk dalam waktu yang lama mengakibatkan sakit punggung dan leher, pekerja yang memiliki tubuh yang pendek dapat diberikan platform untuk dapat mengambil sesuatu.
7. Flexiplace: Tempat Kerja Alternatif
Flexiplace : Flexible Workplace. Kebanyakan organisasi tidak dapat menghasilkan workspace envelope yang sesuai bagi setiap atau semua pekerja, namun ada alternatif untuk bekerja dalam kantor, yang lebih dikenal dengan flexiplace. Dalam beberapa kasus, pengaturan ini tidak menjadi pilihan mutlak, namun hanya sekedar pilihan saja, boleh digunakan ataupun tidak. Flexiplace adalah dimana saat pekerja melakukan pekerjaannya di rumahnya sendiri. Beberapa perusahaan menganjurkan pekerja-pekerjanya yang memenuhi syarat untuk bekerja dari rumah (bekerja di rumah) dengan cara mengurangi “wujud kantor” seperti pemahaman selama ini.Sebagian eksekutif dan konsultan pada perusahaan akunting Ernst dan Young harus menyediakan kantor dalam sehari (prosedur yang dikenal sebagai“hoteling”). Compaq mengubah semua penjual komputernya menjadi “road warriors” dengan menutup kantor penjualannya. Pekerja berkomunikasi satu dengan yang lain melalui jaringan komputer.
Sebenarnya bekerja di rumah bukanlah suatu hal yang baru, namun ada sejumlah organisasi regular bekerja dengan melakukan pekerjaannya di rumah sepanjang waktu merupakan fenomena yang sering terjadi. Perusahaan menggunakan teknologi dan dibuat sedemikian mungkin agar pekerja dapat lebih mengerti perintah yang diberikan, apa yang harus dikerjakan, dan langsung mengirim hasil mereka secara langsung ke kantor tanpa harus datang ke kantor.
Adapun tujuan digunakannya komputer dan teknologi komunikasi ialah agar dapat merubah premis kerja mereka. Berapapun jumlah pekerja, hal ini akan terus berkembang dan diperkirakan akan terus berlanjut. Rencana ini menghemat biaya dan memperluas penyatuan tenaga kerja untuk orang yang berkemampuan yang mungkin tidak tersedia, misalnya orang tua dengan anaknya yang masih kecil, pekerja dengan ketidakmampuan fisik, dan pekerja yang tinggal terlalu jauh untuk alasan pulang-pergi bekerja.
Berdasarkan produktifitasnya, telekomuting terlihat memberi hasil. Misalnya pada kasus di atas, Compaq road warrior dapat menjual enam kali banyak komputer daripada sebelumnya. Menemukan cara untuk menyeleksi pekerja yang akan nyaman dengan telekomuting dan produktif tanpa struktur yang membantu dari tempat bekerja adalah satu dari kontribusi besar Psikologi Industri dan Organisasi yang bisa membuat kemunculan dunia kerja yang lain.
Telekomuting dapat memberikan banyak hasil yang diinginkan untuk pekerja (mengontrol jadwal sendiri, dan sebagainya). Hal ini juga memegang potensi untuk eksploitasi dalam dua sisi dan meningkatkan kepedulian tentang efek dari pekerja yang diisolasi dari pekerjaan dan mungkin dari kesempatan untuk promosi.
8.    Tantangan dalam Mendesain Pekerjaan
Inti dari pendekatan human factors terhadap desain pekerjaan ialah menciptakan keharmonisan antar persepsi, kognitif, dan kemampuan fisik manusia; metode bekerja, mesin, alat bantu pekerjaan lain, dan wilayah di mana pekerjaan dilakukan. Tiap unsur ini telah ditinjau  namun dalam hakikatnya mereka harus bekerja sama dan sayangnya sangat sering tidak tercapai.
Telekomuting tidak membantu masalah yang dijelaskan. Umumnya orang kurang memiliki pengetahuan dalam mengkonfigurasikan ruang kerja mereka dengan tepat, walaupun perkembangan dalam komputer dapat membantu memberikan pemahaman mengenai pengaturan ruang kerja yang tepat (Hochanadel, 1995).
Ada sedikit yang para human factors engineers dapat lakukan terhadap masalah yang dialami pekerja baik di rumah maupun di perjalanan namun akan lebih banyak lagi yang dapat mereka lakukan jika mereka diberi kesempatan.
Akan terdapat pengecualian, tapi banyak perubahan membutuhkan mengakomodasi kebutuhan khusus pekerja. Bagi beberapa orang, menggunakan suatu alat yang dapat membantu pekerjaannya malah dianggap sulit oleh orang tersebut dalam menggunakannya. Namun sebenarnya perubahan-perubahan tersebut dapat membantu pekerja dalam lebih memahami masalahnya dan cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan alat bantu. Bagi pekerja yang belum dapat menggunakan alat bantu tersebut maka akan diberikan pelatihan (training) dalam menggunakannya.

B.  PENDEKATAN PSIKOLOGI UNTUK MENDESAIN PEKERJAAN
Pendekatan psikologi untuk mendesain pekerjaan mempunyai karakteristik yang mengatakan bahwa keefektifan dan efisiensi berkorelasi dengan kepuasan kerja. Banyak psikolog yang yakin bahwa kepuasan kerja merupakan kunci untuk mencapai aktualisasi diri (Maslow, 1943) dan pemenuhan kebutuhan mereka merupakan hal yang penting untuk motivasi kerja.
Ada tiga teknik merancang pekerjaan berdasarkan pendekatan psikologi, yaitu: job enlargement, job enrichment, dan sosiotechnical job design. Dalam sejumlah masalah kerja seperti pemborosan waktu, keterlambatan, kehilangan pegawai, kualitas pekerjaan yang buruk, tingkat turnover yang tinggi, tingkat absensi yang tinggi, dan pemborosan material,  psikolog I/O menganjurkan pemeriksaan aspek rancangan pekerjaan secara psikologi.
1.    Perluasan Pekerjaan (Job Enlargement)
Keputusan dasar dalam rancangan pekerjaan adalah berapa banyaknya tugas yang harus dimasukkan dalam defenisi sebuah pekerjaan. Ada dua sistem pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi yaitu pelaksanaan tugas berkali-kali dan pelaksanaan semua tugas yang membuat pekerjaan lengkap.
Dari sudut pandang efektivitas dan efisiensi, memberikan spesialisasi tugas akan memungkinkan setiap karyawan untuk berkonsentrasi pada satu atau beberapa tugas sehingga memberikan hasil yang sangat baik. Mengerjakan tugas yang berulang-ulang, delapan jam sehari, lima hari seminggu, ini merupakan hal yang monoton, dan banyak orang menemukan pekerjaan tersebut membosankan dan tak berarti. Sebuah desain pekerjaan strategi  untuk mengurangi atau menghilangkan masalah potensial ini disebut job enlargement.
Job enlargement merupakan rencana untuk membuat pekerjaan “lebih besar” atau lebih luas, dengan menambahkan sejumlah tugas pekerjaan kepada tiap orang yang melakukannya. Biasanya, tugas yang diberikan berada pada tingkat keterampilan atau kesulitan yang sama seperti tugas aslinya ( a horizontal loading of tasks). Contoh: Seorang karyawan bagian teller suatu waktu diminta untuk menjadi customer service. Job enlargement berfungsi agar seorang karyawan tidak jenuh bekerja, karena diberi tugas baru walaupun pekerjaan tersebut masih dalam tingkat keterampilan/ kesulitan yang sama.
Job enlargement mulai terkenal pada tahun 1950-an dan 1960-an sebagai sebuah cabang dari minat sebab dan akibat dari kebosanan karyawan dan keterasingan dari pekerjaan. Psikolog berhipotesis bahwa spesialisasi tugas akan memberikan dampak yaitu mencegah kebutuhan orang-orang untuk bervariasi, untuk menghadapi tantangan, dan untuk rasa membuat kontribusi yang berarti dalam menggapai tujuan kelompok.
Hasil-hasil penelitian terhadap pengaruh terhadap perluasan pekerjaan hampir selalu positif. Seperti yang dilaporkan oleh Killbridge (1960). Dalam studi tersebut. perluasan pekerjaan dari perakitan pompa air dari satu tugas menjadi merakit, memeriksa, menguji keseluruhan pompa menghasilkan penghematan yang cukup besar bagi perusahaan yang bersangkutan. Tidak semua pekerjaan dapat diperbesar, dan tidak semua orang ingin pekerjaan mereka diperbesar bahkan jika itu adalah mungkin untuk melakukannya. Selain itu, persyaratan kemampuan dan keterampilan dari pekerjaan yang diperbesar mungkin di luar kemampuan pemegang pekerjaan tersebut.
2.    Pengayaan Pekerjaan (Job Enrichment)
Pengayaan pekerjaan (job enrichment) memiliki kesamaan dengan perluasan pekerjaan (job enlargement). Prinsip utama dari kedua desain pekerjaan ini didasarkan pada pengapresiasian kebutuhan manusia akan kerja adalah penting. Perbedaannya adalah pada konsep bagaimana mencapainya. Perluasan pekerjaan bekerja atas asumsi bahwa pekerjaan bergantung pada jumlah dan variasi dari tugas yang ditampilkan pada umumnya. Sementara itu, pengayaan pekerjaan tidak bergantung pada jumlah dari tugas melainkan dari jenis tugas tersebut.
Pengayaan pekerjaan biasanya memberikan kepada karyawan lebih banyak tanggung jawab dan kekuasan mengambil keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian kerja mereka sendiri. Tugas yang ditambahkan untuk memperkaya pekerjaan biasanya adalah tugas bertipe manajemen (management-type tasks) yang merupakan vertical loading of job tasks.
Dalam melakukan pengayaan pekerjaan, teori Hackman dan Oldham (1975, 1976) tentang teori motivasi sangat mempengaruhi pekerjaan. Menurut teori tersebut, the core dimensions dapat meningkatkan motivasi karyawan, kepuasan kerja, kerja yang berkualitas, mengurangi absensi dan turnover. Hal ini mempengaruhi tiga psikologis internal yaitu pengalaman yang berarti, tanggung jawab, dan hasil pengetahuan. Efeknya akan lebih tinggi pada pekerja yang memiliki kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang yang lebih tinggi, dan mereka juga tergantung kepada beberapa tingkat tertentu dalam konteks kepuasan.
3.    Perceived VS Karakteristik Tugas Objektif
Hackman dan Oldham tahun 1974 mengembangkan alat diagnostik kuisioner yang  disebut Job Diagnostic Survey(JDS). Alat diagnostik ini digunakan untuk mengukur sejauh mana pekerjaan memiliki karakteristik lima model mereka. Asumsi yang mendasari skala adalah bahwa lebih dari masing-masing karakteristik orang yang melakukan pekerjaan mengatakan itu memiliki, yang lebih kaya pekerjaan. Sementara itu, The Job Characteristics Inventory (JCI) merupakan alat yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama, dan Breaugh (1985, 1989) mengembangkan sebuah kuisioner terpisah untuk mengukur otonomi pekerjaan (work autonomy).
JDS telah sering digunakan sebagai definisi operasional kekayaan pekerjaan, dan investigasi dari pengukuran sifat skala ini telah dilakukan. Penelitian ini menemukan bahwa campuran positif dan negatif pada JDS yang asli menunjukkan kesalahan yang signifikan dalam skor.
Dalam beberapa kasus, kuisioner terbaik dari sudut pandang pengukuran tidak benar-benar dapat mengukur kekayaan pekerjaan. JDS dan JCI dan beberapa kuisioner yang serupa lainnya sebenarnya digunakan untuk mengukur sejauh mana pekerjaan dirasakan oleh orang yang menjawab pertanyaan tersebut untuk memiliki karakteristik-karakteristik ini. Persepsi tentang karakteristik pekerjaan yang sama dapat bervariasi berdasarkan perbedaan dalam preferensi individu, latar belakang, usia, dan tingkat identitas dengan profesi seseorang.
Persepsi mengenai karakteristik pekerjaan dipengaruhi oleh usia, dan identifikasi individual terhadap profesi pekerjaan, bahkan jenis kelamin orang yang bersangkutan juga ada relevansinya seperti dijelaskan pada tabel berikut.
Characteristic
Rank
Males
Females
Provides a feeling of accomplishment
1
1
Provides job security
2
3.5
Provides the opportunity to earn a high income
3
10.5*
Encourages continued development of knowledge and skills
4
2*
Permits advancement to high administrative responsibility
5
10.5
Provides comfortable working conditions
6
3.5*
Provides change and variety in duties and activities
7
6
Is respected by other people
8
8
Rewards good performance with recognition
9
9
Involves working with congenial colleagues*
10
5*
Provides ample leisure time off the job
11
15
Permits you to develop your own methods of doing the work
12
13
Is intellectually stimulating
13
7*
Requires originality, creativeness
14
17
Makes use of your specific educational background
15
14
Requires working on problems of central importance to the organization
16
19
Permits working independently
17
16
Requires meeting and speaking with many people
18
18
Permits you to work for supervisors you admire and respect
19
12*
Gives you the responsibility for taking risk
20
22*
Makes a socila contribution by the work you do
21
21
Requires supervising others
22
23*
Satisfies your cultural aesthetic interests
23
20
Permits a regular routine in time and place for work
24
24
Has clear-cut rules and procedures to follow
25
25
*Indicates that difference is statiscally significant.

Menurut Salancik dan Pfeffer persepsi karakteristik pekerjaan juga dapat dilakukan dengan model pengolahan informasi sosial. Dimana dalam model ini, orang mengambil petunjuk dari karyawan lain tentang cara sikap yang “benar” terhadap pekerjaan. Jika rekan kerja mengatakan bahwa pekerjaannya besar, karena menyediakan kesempatan untuk memberikan kontribusi positif pada masyarakat, karyawan diminta untuk mengisi sebuah kuisioner seperti JDS yang sangat mungkin untuk mengatakan bahwa pekerjaan itu memiliki makna tugas yang tinggi. 
Pentingnya variabel individu dan situasional yang mempengaruhi bagaimana orang melihat dan menggambarkan pekerjaan mereka terletak pada kenyataan bahwa orang bereaksi terhadap pekerjaan mereka berdasarkan cara mereka melihat mereka, bukan pada bagaimana seorang psikolog I/O melihat mereka. Dari sudut pandang ini tidak ada hal seperti karakteristik "obyektif" tugas, situasi yang dapat mengacaukan upaya penelitian dan menciptakan kesulitan praktis yang cukup untuk psikolog I/O berusaha untuk membantu organisasi menerapkan desain ulang pekerjaan pengayaan.
4.    Desain Pekerjaan dengan Sociotechnical
Pandangan sosiotkenis dari organisasi adalah pandangan sistem yang menekankan perlunya hubungan yang seimbang antara manusia/sosial dan komponen teknologi dari sebuah organisasi.
Rancangan pekerjaan dan organisasi sosial menunjuk pada perluasan teknologi pekerjaan. Beberapa teknologi memperbolehkan individu bekerja dengan bebas. Teknologi lain menciptakan tugas yang menghendaki pekerja bekerja bersama-sama.
Bila diterapkan dalam rancangan pekerjaan, prinsip-prinsip dasar sosioteknis seringkali menganjurkan pendekatan kelompok atau tim kerja dan bukan perorangan. Kelompok karyawan diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan sejumlah unit pekerjaan dan mereka memutuskan antara mereka sendiri dan siapa yang melaksanakan tugas tertentu pada saat tertentu. Aplikasi yang paling terkenal dari strategi ini adalah apa yang dihasilkan sejumlah percobaan di pabrik Saab-Scania di Swedia pada akhir tahun 1960-an. Hasil dari percobaan-percobaan pabrik tersebut mengalihkan rancangan standar continuous assembly line untuk perakitan mesin model ke rancangan kelompok perakitan paralel.
Dengan digunakannya metode kelompok perakitan paralel, beberapa tim karyawan bertanggung jawab untuk perakitan keseluruhan mesin dan masing-masing tim bekerja dengan kecepatannya sendiri. Meskipun akibatnya kemudian adalah melepaskan rancangan sosio teknis tersebut, kesuksesan tersebut dan program lain yang mirip Volvo dan perusahaan Eropa yang lain telah membawa sejumlah perusahaan AS mengambil prinsip-prinsip tadi.
Meskipun rancangan sosioteknis seringkali dinyatakan sebagai salah satu bentuk untuk job enrichment, termasuk juga prinsip-prinsip dasar dari perluasan pekerjaan-variasi tugas atau keterlibatan perorangan dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Dalam tim rancangan pekerjaan, tidak ada seorang pun yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan pekerjaan, tetapi masing-masing dapat melihat bagaimana usahanya merupakan bagian dari penyelesaian pekerjaan tersebut. Satu hal yang juga sama pentingnya ialah tidak ada seorangpun yang dibatasi pada satu tugas yang monoton dan berulang-ulang kecuali memang hal itu yang dikehendakinya.
5.    Tantangan dalam Desain Pekerjaan dengan Psychological
Model karakteristik dibangun lebih dari 20 tahun lalu. Selama periode itu, pekerjaan berubah lebih dari karakter dasar setiap waktu sejak revolusi industri.
Sementara tidak ada alasan untuk percaya bahwa job characteristic spesifik dengan model kuno, ada kemungkinan bahwa tidak adanya lagi pengelompokan. Tantangan besar yang dihadapkan pada yang pekerja di area ini adalah meluaskan pandangan mereka untuk menguji pekerjaan teknologi terbaru untuk karakteristik yang berbeda yang mempunyai efek penting pada performa dan kesejahteraan karyawan.
Tantangan kedua yang dihadapkan pada psikolog I/O bahwa bekerja dengan pendekatan psikologi pada rancangan pekerjaan adalah integrasi yang lebih baik dari penelitian dan aplikasi. Ini hanya merupakan area aktif dari penelitian tetapi hanya persentase kecil dari laporan yang dipublikasikan, yaitu dasar lahan intervensi. Hasil dari investigasi ini menyarankan bahwa efek dari job enrichment atau sociotechnical job design tidak semudah menjelaskan perbedaan antara sebelum dan sesudah pengukuran kepuasan atau performa kerja.
Ketika kelompok karyawan diberi kemampuan baru dan tanggung jawab lebih untuk membuat keputusan, dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, maka kealamian dari pekerjaan itu berubah.
Psikologi rancangan pekerjaan tidak sendirian menciptakan berbagai macam efek sistem  organisasi, tetapi dalam persoalan yang rumit cenderung menjadi emosional, politik, dan filosofis daripada melakukan hal rumit tersebut pada pendekatan faktor manusia.
6.    Concluding Remarks on Job Design
Dua pandangan yang sangat berbeda mengenai rancangan pekerjaan telah didiskusikan. Tujuan dari psikolog I/O untuk membuat pendekatan psikologi terhadap rancangan pekerjaan adalah untuk membuat pekerjaan lebih memuaskan. Tentu ada pengecualian, tetapi umumnya psikolog I/O dan faktor psikologi manusia mempunyai tradisi yang panjang untuk menolak keberadaan yang lainnya.

C.  KONDISI BEKERJA
1.    Suhu di Tempat Kerja
Psikolog dan orang-orang yang mempelajari tentang pengaruh suhu pada sikap kerja mencoba menetapkan batas antara kebanyakan orang yang bekerja secara efektif dan nyaman. Hal ini tak segampang kedengarannya karena tidak ada yang semudah hubungan antara thermometer reading dan kenyamanan  manusia. Perbedaan manusia secara individual dapat membuat efek yamg besar terhadap kenyamanan.
Karena banyaknya variabel yang mempengaruhi persepsi manusia terhadap suhu, suatu penelitian dalam aspek kondisi kerja diarahkan menemukan cara yang dapat diandalkan untuk mengukur “suhu efektif”, suhu yang dirasakan, atau dialami, sebagai yang berbeda dari thermometer reading.
Ilmuwan yang menginvestigasi cara untuk mengukur temperatur efektif melakukan penelitian dasar. Khususnya dalam area ini, kebanyakan psikolog industri dan organisasi, lebih tetarik dalam penelitian terapan, secara spesifik dalam hubungan antara temperatur efektif dan performa kerja. Mereka menemukan bahwa baik dari suhu panas maupun dingin, menyebabkan perubahan fisiologis yang dapat memiliki efek yang tidak diinginkan pada prestasi kerja. Sifat dari pekerjaan yang dilakukan dan lama paparan adalah faktor kedua yang biasanya memiliki dampak terbesar pada bagaimana suhu ekstrim di tempat kerja mempengaruhi manusia.
Kebanyakan studi dari tugas-tugas kognitif yang kompleks yang memerlukan perhatian terus-menerus menunjukkan bahwa subjek melakukan paparan kerja yang terlalu lama pada suhu tinggi dapat membuat kesalahan secara signifikan lebih besar dibandingkan bekerja di suhu yang lebih rendah. Hasil yang dilaporkan dari salah satu penyelidikan laboratorium tentang hubungan antara (a) suhu ruangan dan (b) jumlah waktu subjek untuk terus melanjutkan tugas-tugas dengan standar akurasi yang ditentukan. Waktu menurun tajam ketika suhu mencapai diatas 80°F; pada suhu di atas 100°F, subjek tidak dapat menunjukkan performa standar setidaknya selama satu jam.
Implikasi dari penelitian suhu terhadap pengontrolan suhu di lingkungan kerja relatif mudah. Kebanyakan orang yang bekerja di kantor dan cahaya manual paling efisien dan nyaman dengan suhu efektif yang tidak lebih tinggi dari 80°F. Suhu yang dingin lebih baik untuk pekerjaan berat. Rekomendasi yang spesifik bagi beberapa pekerjaan yang disarankan oleh American Society of Heating, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers (ASHRAE) di dalam Fundamentals Book.
Rekomendasi dari ASHRAE berdasarkan asumsi bahwa suhu tempat kerja dapat diatur, tetapi banyak orang yang bekerja di luar ruangan, seperti para kru konstruksi, tukang kebun, dan pemadam kebakaran yang bekerja di suhu apapun. Jika suhu terlalu ekstrim, kesehatan dan performa karyawan bisa jadi membahayakan kecuali efek fisiologis yang lemah diimbangi dengan rotasi kerja atau periode istirahat yang teratur.
2.    Pencahayaan di Tempat Kerja
Seperti yang diteliti tentang pengaruh temperatur terhadap kinerja kerja dan kenyamanan, peneliti ingin menentukan rentang temperatur ideal untuk berbagai lingkungan kerja. Mereka yang mempelajari pencahayaan ingin meresepkan tingkat terbaik pencahayaan untuk tempat kerja. Spesifikasi pencahayaan profesional hampir selalu diberikan pada ukuran standar pencahayaan yang disebut footcandles. Mengembangkan spesifikasi ini adalah proses yang sangat teknis, namun ada kemungkinan untuk dicatatbahwa ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan, yaitu:
·      Sifat dari tugas. Pembacaan, perakitan, pemantauan, dan pemeriksaan, semua memiliki komponen visual yang besar;
·      Atribut visual terkait (seperti ukuran dan warna) dari bahan, alat, atau alat bantu kerja lainnya yang digunakan pada pekerjaan;
·      Sejauh mana rincian menonjol dari latar belakang.
Contoh modernnya adalah kebutuhan untuk mempertimbangkan kontras ketika menentukan pencahayaan yang disediakan oleh peningkatan penggunaan tampilan visual unit elektronik.Solusi pada karyawan perusahaan listrik ditemukan untuk masalah penerangan mereka akan menimbulkan masalahnya sendiri pada waktunya. Spesifikasi pencahayaan penting dalam merancang tempat kerja., tapi bukan hanya penelitian yang dilakukan disini. Beberapa peneliti lebih tertarik pada aspek kinerja non pencahayaan, seperti tayangan dibuat dengan cara menyala.
3.    Kebisingan/Suara di Tempat Kerja
Jumlah sumber kebisingan di lingkungan kerja bisa mengejutkan. Beberapa karyawan manufaktur bekerja dalam kondisi sangat bising membuat percakapan normal tidak mungkin. Banyak pekerja kantor harus bersaing dengan bunyi terus-menerus dari mesin kantor, dering telepon bertubi-tubi, percakapan antara orang-orang di kantor.
Kebisingan tempat kerja, misalnya seperti yang ditemukan di pabrik dan kantor, berasal dari alat, mesin, dan orang-orang yang melakukan tugas-tugas pekerjaan. Kebisingan selalu menjadi bagian dari pekerjaan kebanyakan organisasi, dan mengurangi hal itu telah lama menjadi prioritas insinyur industri dan psikolog I/O.
Apa yang tampaknya menjadi kebingungan dalam penelitian dan dalam hubungan antara kebisingan dan kinerja kerja menunjukkan bahwa perbedaan individu, baik fisik maupun psikologis, memainkan peran besar dalam penyelidikan tersebut. Faktanya, beberapa ilmuwan percaya bahwa kebisingan itu sendiri dapat menjelaskan sedikit variasi dalam reaksi untuk itu dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Ada juga bukti bahwa reaksi terhadap perubahan kebisingan dari waktu ke waktu, dengan beberapa orang mulai terbiasa dan beberapa menjadi lebih sensitif terhadap hal itu. Bila digabungkan, semua variabel pengganggu berpotensi cukup untuk menarik kesimpulan umum dari literatur kinerja-kebisingan.
Kecenderungan umum dari penelitian efek kebisingan pada orang-orang menyatakan bahwa semua langkah mungkin diambil untuk mengurangi kebisingan di tempat kerja. Temuan ini tidak mendukung hipotesis bahwa kebisingan selalu merugikan prestasi kerja, tetapi mereka tidak meninggalkan keraguan bahwa mengurangi tingkat kebisingan dan durasi menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat. Masalah dengan strategi ini dari sudut pandang praktis adalah bahwa hal itu mengabaikan preferensi individu.
Fakta yang cukup terkenal adalah orang-orang tidak lagi selalu memlih apa yang terbaik untuknya yang diilustrasikan dengan atraksi kebisingan.Karena dunia semakin ribut, masalah perbedaan individu dalam preferensi untuk lingkungan kerja yang bising atau tenang dapat menjadi lebih mendesak, hak relatif musik/tidak ada musik karyawan bisa menjadi isu seperti hak-hak perokok dan non perokok dulu. Kebisingan yang tidak diinginkan menciptakan stres, tetapi orang-orang yang lebih suka musik mengatakan mereka menemukan ketenangan. Beberapa organisasi yang membiarkan karyawan yang ingin mendengarkan musik melalui headphone melakukannya di mana itu tidak akan mengganggu mereka untuk menjadi lebih tenang, tapi ini tidak selalu menjadi solusi yang praktis. Di samping itu, headset pada volume yang tertentu diketahui menjadi faktor utama dalam gangguan pendengaran dini di kalangan orang muda.
4.    Tata Letak Tempat Kerja
Ada begitu banyak cara di mana ruang fisik yang tersedia untuk kantor-jenis pekerjaan (sebagai kontras dengan kegiatan manufaktur, gudang, dan sebagainya) dapat dikonfigurasi. Kantor individu karyawan adalah tradisi lama. Di jaman modern seperti sekarang, ruang kerja biasanya tidak berdinding, tidak berpintu, dan bisa digeser atau dipindahkan sesuai keinginan. Hal ini juga sering disebut open-plan office. Biasanya bisa kita temukan di kantor-kantor cabang sebuah bank.Workstation ditempatkan di setiap ruang yang tersedia. Pengaturan yang fleksibel dan ekonomis dan akses pekerja mudah satu sama lain, namun reaksi karyawan tentang tata letak tempat kerja ini telah kurang menguntungkan dari awal.
5.    Distribusi Jam Kerja
Menanggapi berbagai pengaruh, pola distribusi jam kerja di negeri ini telah berkembang menjadi standar yaitu delapan jam per harilima hari seminggu. Organisasi yang harus beroperasi selama lebih dari delapan jam berturut-turut per hari biasanya memiliki dua atau lebih shift delapan jam, tetapi sejumlah variasi pada pola standar telah dirancang dan diimplementasikan.
Minggu Penekanan Kerja (CCW−Compressed Work Week)
Minggu penekanan kerja (CWW) adalah redistribusi dari 40 jam kerja standar. Bentuk umumnya, orang bekerja empat hari dalam seminggu dan masih dimasukkan ke dalam 40jam karena mereka bekerja 10jam sehari. Beberapa industri dan profesi telah mengembangkan rencana lain. Mereka menawarkan beberapa  hari, 12jam per hari kerja “seminggu”.
Minggu penekanan kerja menawarkan waktu luang pribadi yang lebih besar dibanding dengan pengaturan standar jam kerja. Manfaat yang diyakini terkait adalah berkurangnya peningkatan kecemasan dan stres dalam kehidupan di rumahDiharapkan bahwa manfaat nantinya akan dikaitkan dengan absensi berkurang, sikap yang lebih baik terhadap organisasi, kepuasan kerja yang lebih besar, dan produktivitas kerja yang lebih tinggi.
Salah satu kajian awal literatur tentang penjadwalan kerja (Ronen &Primps, 1981) muncul hanya 14 laporan yang jelas relevan dengan isu-isu CCW. Penelitian ini mendukung asumsi bahwa CCW berhubungan dengan perbaikan dalam kualitas kehidupan rumah dan waktu luang.
Penelitian sejak review oleh Ronen dan Primps umumnya mendukung hubungan antara pelaksanaan CCW dan kepuasan meningkat dengan jadwal kerja (misalnya, Cunningham, 1989; Dunham, Pierce, dan Castaneda, 1987). Ada bukti kurangnya peningkatan produktivitas, tetapi ada juga beberapa bukti bahwa kinerja tidak menurun di bawah CCW penjadwalan (misalnya, Duchon, Keran, & Smith, 1994). Pada dasarnya, kelelahan tetap menjadi masalah dan ada kekhawatiran bahwa hal itu dapat menyebabkan kecelakaan dan cedera lebih banyak.
Pada pertengahan 1990-an, sekitar 25% dari organisasi yang lebih besar yang menggunakan penjadwalan ini untuk beberapa atau semua karyawan mereka. Banyak alasan yang melatarbelakangi kecenderungan ini, di antaranya fakta bahwa CCW menyediakan cara untuk merespon tuntutan karyawan yang meningkat untuk fleksibilitas kerja yang cenderung mudah dikelola daripada penjadwalan umum.
Jam Kerja Flexibel
Jam kerja fleksibel digunakan untuk berbagai variasi dalam distribusi waktu kerja. Ditandai oleh beberapa jumlah jam inti, dimana semua karyawan harus berada di tempat kerja, bersama-sama dengan beberapa fleksibilitas di antara waktu masuk dan pulang.
Flextime telah ada selama lebih dari 60 tahun. Para pemerintah federal mulai bereksperimen dengan jam kerja pada 1930-an, ketika lalu lintas di District of Columbia meningkat jauh lebih cepat dari pembangunan jalan, dan karyawan keterlambatan dan ketidakhadiran dari pekerjaan yang merajalela. Marquette Electronics, produsen alat-alat medis, memungkinkan semua 2.000-plus karyawan, termasuk pekerja produksi, untuk menyesuaikan jadwal mereka sendiri.
Memiliki karyawan yang masuk dan pulang pada waktu yang berbeda bukanlah situasi yang layak untuk setiap organisasi, tetapi bagi mereka yang dapat menangani hal itu, potensi keuntungan dari flexitime kepada karyawan yang cukup besar. Mereka dapat menghindari lalu lintas jam sibuk, mengurus bisnis pribadi selama jam kerja normal dan bepergian pada akhir pekan, berada di rumah ketika anak-anak keluar dari sekolah, atau tidur larut malam - apa saja yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi khusus mereka.
Penelitian tentang flextime agakl ebih komprehensif daripada CCW. Ada sejumlah percobaan lapangan tentang pengaturan kerja ini, seperti yang dilakukan oleh Narayanan dan Nath(1982). Subjek dalam penelitian adalah karyawan sebuah perusahaan multinasional besar. Penelitian (flexitime) dan kontrol (jam kerja standar) dipasangkan perkelompok berdasarkan pada usia, pendidikan, gaji, dan absensi sebelumnya. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok-kelompok dalam langkah-langkah produksi atau kepuasan kerja yang dilaporkan, tetapi subjek penelitian menunjukkan fleksibilitas kerja yang lebih besar, hubungan kerja yang lebih baik, baik atasan-bawahan hubungan, dan ketidakhadiran berkurang daripada kelompok kontrol.
Narayanan dan Nath menemukan bahwa flexitime dikaitkan dengan absensi yang berkurang secara konsisten dengan penelitian lain dalam bidang ini. Dalam kajian mereka dari 24 studi flexitime, Ralston dan Flanagan (1985) melaporkan bahwa ketidakhadiran dan omset berkurang di hampir semua organisasi yang diukur dalam variabel.
Hubungan antara pelaksanaan flextime dan ketidakhadiran berkurang jauh dan lebih dapat diandalkan dari pada hubungan antara flextime dan peningkatan produktivitas. Sebuah studi yang menarik oleh Ralston, Anthony, dan Gustafon (1985) juga mengidentifikasi penggunaan sumber daya bersama(atau tidak) dalam pekerjaan fisik sebagai salah satu variabel yang peningkatan produktivitasnya tergantung  flexitime.
Situasi kerja di mana rekan kerja harus berbagi peralatan relatif kecil dan manfaat dari flexitime dalam situasi lain belum ditunjukkan dengan cara apapun meyakinkan. Seperti CCW, bagaimanapun, flexitime tidak berhubungan langsung dengan kepuasan kerja yang meningkat (misalnya, Ralston, 1989), serta penurunan absensi bagi karyawan merupakan sukarela dari karyawan.
Shift Kerja
Shift kerja adalah strategi penjadwalan kerja dimana berbagai kelompok karyawan melakukan tugas pekerjaan yang sama pada waktu yang berbeda selama periode 24jam. Ini adalah aturan di banyak organisasi sektor publik, termasuk rumah sakit, pemadam kebakaran, dan kepolisian, dan sektor swasta.
Shift Kerja dan Sikap
Banyak karyawan pada kerja shift permanen mengungkapkan preferensi untuk pekerjaan sehari. Gangguan terhadap tidur dan kebiasaan makan dan gangguan keluarga dan kehidupan sosial adalah keberatan paling umum dari pola ini. Setiap orang berbeda, bagaimanapun, dan kebanyakan penelitian pada shift kerja juga melaporkan persentase karyawan (kadang-kadang sebanyak sepertiga dari keseluruhan) lebih memilih shift malam permanenKeuntungan untuk kerja malam misalnya kurang pekerjaan supervisi, harapan kinerja yang lebih rendah, dan kebebasan untuk berbelanja atau mengurus hal pribadi selama jam kerja normal.
Lebih mengejutkan, mungkin, fakta bahwa beberapa orang lebih memilih shift kerja malam permanen karena beberapa mengekspresikan hal lain saat rotasi shift kerja. Rotasi shift kerja ditandai dengan pergeseran tugas mengikuti hari libur, misalnya, empat hari pada shift kerja malam, tiga hari libur, dan lima hari shift siang. Wedderbun, ada 1.975 studi shift kerja di industri baja masih berpengaruh, mengacu pada berbagai preferensi yang diuraikan sebagai jenis rotasi. Pada sebuah tinjauan perbedaan individu dalam toleransi untuk shift kerja disediakan oleh Harma(1993).
Shift Kerja dan Kinerja Pekerjaan
Tidak banyak laporan dari psikolog industri dan organisasi pada perbedaan kinerja karyawan pada berbagai pergeseran standar, tetapi karyawan cenderung menjadi agak lebih rendah dari kesalahan, memo, dan seterusnya, dan menjadi agak lebih tinggi pada shift kerja malam(misalnya, Jamal&Jamal, 1982).
Salah satu penjelasan yang mungkin untuk pola ini seperti:
·      Karyawan yang tidak ingin bekerja malam tetapi harus mempertahankan pekerjaan mereka mungkin memang bekerja kurang keras, membuat lebih banyak kesalahan, atau keduanya;
·      Layanan dukungan organisasi terhadap pekerja tetap di malam hari yang kurang, meskipun operasi lainnya sepenuhnya dikelola, beberapa keputusan dan kegiatan mungkin menunda kebutuhan atau dilaksanakan dengan kurang dari informasi yang lengkap atau akurat;
·      Mungkin ada sedikit pengawasan langsung pada shift malam di beberapa organisasi;
·      Orang yang bekerja malam sebagai bagian dari jadwal rotasi shift dapat menyesuaikan perubahan dengan memadai (dalam arti fisik) dan mampu bekerja secara normal(Totterdell, Spelten, Smith, Barton, &Folkard, 1995).
Shift Kerja dan Kesehatan Pekerja
Shift kerja malam maupun sore dapat menyebabkan penyimpangan bentuk pola hidup bagi kebanyakan orang dewasa. Mereka menjadi mudah stres, dan dapat diduga bahwa hal itu akan memberikan efek buruk pada kesehatan dan kesejahteraan dari beberapa karyawan. Banyak bukti yang mendukung dugaan ini, pada pekerja shift kerja malam sering ditemukan gangguan terkait dengan kesehatan, termasuk kelelahan, dibandingkan shift kerja siang(Costa, 1996). Shift kerja (khususnya malam) tampaknya bisa lebih merugikan kesehatan karena dilaksanakan tidak seperti biasanya, tidak memungkinkan karyawan untuk beradaptasi dengan pola kerja asing, tidur, dan makan.
Banyak faktor, termasuk kecepatan rotasi (seberapa sering individu berganti darisatu shift ke yang lain), arah rotasi (hari ke malam atau sebaliknya), jenis pekerjaan, dan jumlah tidur karyawan pada hari libur, mempengaruhi respon terhadap shift kerja (Knauth, 1996). Selain itu, tidak semua orang bisa dipengaruhi oleh penyimpangan negatif dari rutinitas, dan peran karakteristik tertentu individu karyawan mungkin sangat besar (misalnya, Harma, 1996).
6.    Penjadwalan Bekerja dan Pekerjaan yang Berhubungan dengan Kelelahan
Kita perlu beroperasi 24-jam dan membuat jadwal kerja yang sering menyebabkan kurang tidur dan meningkatnya kelelahan kumulatif bagi banyak karyawan. Sebagaimana diukur oleh kualitas kinerja, cepat kelelahan merupakan kelemahan tunggal terbesar untuk CCW dan flextime. Hal ini juga merupakan masalah besar bagi orang-orang yang bekerja lembur secara berkala, terjadi lebih sering dengan semakin meningkatnya jumlah organisasi yang melakukan penyempitan yang sekarang malah menjadi kekurangan staf. Daripada mempekerjakan lebih banyak orang,banyak memenuhi permintaan untuk produksi yang lebih besar dengan lemburPada 1994, misalnya, auto-bagian produsen Perusahaan Gentex meningkat lembur sebesar 40%.
Lembura dalah strategi biaya-efektif dalam kondisi tertentu dan banyak karyawan senang untuk memiliki uang ekstra, namun kedua belah pihak dapat membayar harga yang substansial. Lembur yang berhubungan dengan kelelahan adalah masalah utama keamanan dibanyak bidang pekerjaan, seperti pembangkit listrik tenaga nuklir dan pengoperasian industri transportasi berbagai. Di antara contoh-contoh lain, kelelahan operator telah menjadi salah satu faktor pada 1989.
Waktu yang lama dan/atau jadwal yang tidak tentu tidak hanya menyebabkan kelelahan di tempat kerja, juga tidak semua merupakan kelelahan fisik(misalnya, Okogbaa, Shell, & Filipusic, 1994). Berbagai faktor lain dalam situasi kerja juga terkait dengan kelelahan. Finkelman(1994)melaporkan bahwa, hal lain dianggap sama, karyawan yang memiliki kontrol pekerjaan rendah, tingkat upah rendah, pengawasan rendah, dan tantangan kerja yang rendah lebih mungkin mengalami kelelahan yang tidak terjadwal daripada yang lain. Faktor-faktor pribadi, seperti tidur yang tidak berkualitas, makan, dan kebiasaan kesehatan umum juga berperan dalam resistensi kelelahan yang lebih rendah.
Dalam beberapa kasus, kelelahan karyawan terkait dengan kondisi kerja terjadi hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Untuk berbagai alasan, yang lain mengarahkan diri untuk bekerja terlalu lama, menolak pulang pada jam yang wajar, tinggal jauh dari kantor pada akhir pekan, atau berlibur. Tapi apa yang menjadi sumber kelelahan di tempat kerja, tidak ada keraguan bahwa hal itu dapat mempengaruhi kesehatan karyawan, keamanan, dan kinerja negatif (misalnya, Bakerolson, & Morisseau, 1994;. Bohnen & Gaillard, 1994;Roger, Spencer, Batu,&Nicholson, 1989). Semakin lama kondisi tersebut terus berlangsung, semakin besar kemungkinan memiliki efek.



KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik dari pembahasan ini adalah:
1. Ergonomi merupakan studi yang membahas mengenai interaksi antara manusia dengan objek yang digunakan dan lingkungannya yang berhubungan dengan sistem atau rancangan lingkungan.
2.  Rancangan yang dilakukan dengan prinsip-prinsip ergonomi bertujuan untuk efisiensi, kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
3.    Kinerja karyawan juga dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan dalam bekerja serta sarana dan prasarana yang mendukung para pekerja dalam melakukan pekerjaannya, jadi bukan hanya dipengaruhi dari dalam diri pekerja itu sendiri.
4.  Berdasarkan pendekatan psikologis, keefektifan berkorelasi dengan kepuasan kerja, artinya kepuasan kerja pekerja juga dapat tercapai ketika pekerja tersebut dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik (ketika pekerja dapat mengerjakan pekerjaannya secara efektif).



DAFTAR PUSTAKA
Jewell, L. N. (1998).Contemporary Industrial/organizational Psychology. California: Brooks/Cole Publishing Company.
Nurmianto, E. (1998). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
http://www.slideshare.net/rumahbelajar/job-design.com/, diakses pada tanggal 26 Maret 2013 pukul 09.28 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar